Bogor,visinews.net – Kebijakan pemerintah terkait pemotongan anggaran pendidikan mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak. Lembaga Studi Visi Nusantara (LS Vinus) Kalimantan Selatan menyatakan bahwa kebijakan ini berpotensi memberikan dampak serius terhadap kualitas pendidikan di Indonesia, terutama di daerah seperti Kalimantan Selatan yang masih menghadapi berbagai tantangan dalam sektor pendidikan, Cibinong, Bogor (15/02/2025).
Komitmen pemerintah menjadikan sektor pendidikan sebagai prioritas dipertanyakan setelah anggaran Kementerian Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dipangkas sekitar Rp8 triliun. Hal ini imbas dari kebijakan pengiritan alias efisiensi pemerintahan Prabowo.
Pemotongan anggaran Kemendikdasmen merupakan konsekuensi kebijakan efisiensi yang ditempuh dalam anggaran 2025. Hal ini dilandasi terbitnya Instruksi Presiden No. 1/2025 tentang efisiensi belanja dalam pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025.
Koordinator Lembaga Studi Visi Nusantara Kalsel, Muhamad Arifin, menyampaikan keprihatinannya terhadap keputusan ini. Menurutnya, pemangkasan anggaran akan memperburuk kondisi pendidikan yang sudah rentan, mulai dari terbatasnya akses pendidikan bagi masyarakat kurang mampu hingga menurunnya kualitas tenaga pendidik akibat minimnya dukungan pemerintah.
“Kebijakan ini sangat berisiko. Pendidikan adalah investasi masa depan, bukan sekadar pengeluaran negara yang bisa dikurangi sesuka hati. Jika anggaran pendidikan dipotong, maka yang paling terdampak adalah anak-anak kita, para guru, serta sistem pendidikan secara keseluruhan,” tegas Arifin saat dikonfirmasi visinews di Kantor Seknas LS Vinus, Cibinong (12/02/2025).
Lebih lanjut, LS Vinus Kalsel menyoroti beberapa dampak utama dari pemotongan anggaran ini. Salah satunya adalah terbatasnya perbaikan sarana dan prasarana sekolah, terutama di daerah pelosok yang masih memiliki fasilitas minim. Selain itu, pemotongan anggaran juga dikhawatirkan akan mengurangi jumlah beasiswa bagi siswa kurang mampu, yang selama ini menjadi penyelamat bagi mereka yang ingin tetap melanjutkan pendidikan.
Tak hanya itu, kesejahteraan tenaga pendidik juga menjadi perhatian serius. Dengan anggaran yang berkurang, berbagai tunjangan guru, khususnya di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal), berpotensi dikurangi atau bahkan dihapus.
“Kami sangat khawatir, sebab pendidikan bukan hanya tentang ruang kelas dan buku pelajaran, tapi juga tentang kesejahteraan para guru. Jika tunjangan mereka dipotong, bagaimana mereka bisa tetap semangat mengajar?”, tanya Arifin.
Kebijakan efisiensi demi mengamankan anggaran negara untuk menopang program lain, seperti Makan Bergizi Gratis.
“Menurut saya, kebijakan makan siang gratis ini sudah diprotes para murid di sejumlah titik di Papua yang justru menginginkan kemudahan akses untuk pendidikan. Artinya itu sudah menjadi contoh bahwa kita punya masalah serius di dalam dunia pendidikan untuk mengakses pendidikan yang tidak dipungut biaya,” pungkasnya.
Ia pun menuturkan, Pemerintah memangkas anggaran belanja kementerian dan lembaga sebesar Rp256,1 triliun dari alokasi awal Rp1.160,1 triliun untuk 2025. Sementara efisiensi anggaran transfer ke daerah mencapai Rp50,5 triliun dari alokasi awal Rp919,9 triliun.
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) ditetapkan melakukan efisiensi sebesar 23,95%, atau sebesar Rp8,03 triliun, dari anggaran belanja awal sebesar Rp33,5 triliyun. Target pemotongan kementerian dan lembaga, seperti tertulis dalam Lampiran Surat Menteri Keuangan No. S-37/MK.02/2025. Berikut pengeluaran di Kemendiksamen yang dipangkas anggarannya:
– Alat tulis kantor: 90%
– Percetakan dan suvenir: 75,9%
– Sewa gedung, kendaraan, peralatan: 73,3%
– Belanja lainya: 59,1%
– Kegiatan seremonial: 56,9%
– Perjalanan dinas: 53,9%
– Kajian dan analisis: 51,5%
– Jasa konsultan: 45,7%
– Rapat, seminar, dan sejenisnya: 45%
– Honor output kegiatan dan jasa profesi: 40%
– Infrastruktur: 34,3%
– Diklat dan bimtek: 29%
– Peralatan dan mesin: 28%
– Lisensi aplikasi: 21,6%
– Bantuan pemerintah: 16,7%
– Pemeliharaan dan perawatan: 10,2%
LS Vinus Kalsel pun mendesak pemerintah untuk segera mengevaluasi kebijakan ini.
Arifin menegaskan bahwa negara harus tetap berkomitmen pada alokasi anggaran pendidikan yang memadai, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang mewajibkan minimal 20 persen dari APBN dan APBD dialokasikan untuk pendidikan.
“Kami menyerukan kepada seluruh pemangku kepentingan, akademisi, dan masyarakat luas untuk bersama-sama mengawal isu ini. Jangan sampai kebijakan ini justru merampas hak pendidikan bagi generasi penerus bangsa. Pendidikan adalah jalan menuju masa depan yang lebih baik, dan kita tidak boleh membiarkannya terhambat hanya karena alasan efisiensi anggaran,” tandasnya.