Bogor, visinews.net – Berseliweran pernyataan Pj Bupati Bogor Bachril Bakri terkait bahwa Pondok Pesantren Penyumbang Rendahnya Angka RLS di Kabupaten Bogor.
Komisioner KPAD Kabupaten Bogor sekaligus Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Bogor, Asep Saepudin memberikan tanggapan, Bogor, Senin (03/02/2025).
Asep menuturkan, tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan Pondok Pesantren itu usianya jauh lebih tua daripada republik ini, sehingga sumbangsih dan jasanya sangat besar untuk bangsa dan negara. Hal ini merupakan fakta yang tidak dapat dibantah oleh argumen apa pun. Sejarah mencatat, keberadaan Pondok Pesantren di Bogor sudah berdiri sejak jauh sebelum Indonesia merdeka, diantara Ponpes tertua tersebut ada Pondok Pesantren Al Falak di Pagentongan, Bogor, didirikan oleh KH. Tubagus Muhammad Falak Abbas. Menurut beberapa sumber, pesantren ini berdiri pada tahun 1901. (Sumber,bogor.tribunnews.com).
“Tentu masih banyak Pondok Pesantren lainnya yang mungkin belum terdokumentasikan secara rinci atau karena minimnya literasi penulis, yang sesungguhnya keberadaannnya sangat banyak dan terbilang tua secara usia. Yang jelas keberadaannya sangatlah berperan positif dalam mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara dengan nilai-nilai luhur adab dan akhlakul karimah masyarakat Kabupaten Bogor khususnya,” pungkasnya.
Begitu juga dengan kehadiran madrasah-madrasah, kata Asep, itu jauh lebih dulu ketimbang sekolah formal yang keberadaannya tidak bisa dinafikan. Menurutnya, sumbangsih dan peran masyarakat itu sangatlah besar karena kehadiran Pondok Pesantren dan Madrasah tidak dapat dipisahkan dari masyarakat kita, baik secara perseorangan maupun secara kelembagaan dengan terlebih dahulu berdirinya Ormas Islam di Nusantara, mulai dari Jamiat Khair 1901, Sarekat Islam 1911 yang sebelumnya Sarekat Dagang Islam 1905, Muhammadiyah 1912, Al Irsyad 1914, Mathlaul Anwar 1916, Persatuan Islam 1923, Nahdlatul Ulama 1926, Al Washliyah 1930, Persatuan Tarbiyah Islamiyah 1930, dan tentunya masih banyak lagi yang kesemuanya itu telah nyata berkontribusi besar dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia dan turut mencerdaskan anak bangsa. Sehingga adanya pernyataan dari Pak Pj Bupati Bogor tersebut tentu sangat menyakitkan bagi para ulama dan keluarga besar umat Islam secara keseluruhan. Sekalipun statement tersebut data yang diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bogor tahun 2022-2024.
“Saya pikir data ini seharusnya menjadi tamparan bagi Pemerintah Daerah itu sendiri, mengapa fakta lamanya belajar santri ketika mondok tidak dihitung sebagai angka Rata-Rata Lama Sekolah (RLS), juga seharusnya data tersebut menjadi acuan bagi Pemerintah Daerah, bagaimana agar keberadaan Pondok Pesantren tersebut kedudukannya setara dengan pendidikan formal lainnya, baik dari segi infrastruktur, kesejahteraan para pengasuh dan bantuan operasionalnya untuk santri seperti BOS di sekolah, sarana prasarana sampai legalitas formalnya, sehingga para santri yang lulusnya pun mendapatkan pengakuan dari negara sebagaimana para siswa yang tamat dari sekolah formal dengan mendapatkan ijazah dari negara,” tandas Asep.
Kata Asep, hal itu tinggal seberapa besar keberpihakan Pemerintah terhadap Pondok Pesantren. Jadi kalau data dari BPS menunjukan angka demikian berarti ada ketidakadilan dan kurangnya keberpihakan, sehingga fakta lamanya masa belajar para santri di Pondok Pesantren tidak dihitung sebagai data RLS seorang anak menempuh pendidikan, sehingga ini terkesan diskriminatif.
“Persepsi bahwa anak-anak tidak melanjutkan sekolah formal ke jenjang SMP dan lebih memilih mondok sebagai penyebab rendahnya Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) itu kan terkesan tendensius, sehingga memicu kemarahan para ulama. Ini yang harus segera diklarifikasi, agar masalah tidak tambah runyam. Hal ini harus lahir dari iktikad baik dari Pak Pj dengan seluruh perwakilan elemen masyarakat para pimpinan Ormas Islam khususnya. Sehingga dengan duduk bersama antara umaro dan ulama, kesempatan tersebut menjadi momentum terbaik untuk meningkatkan peran dan perhatian Pemerintah Daerah terhadap keberadaan Pondok Pesantren di Bumi Tegar Beriman ini,” tegas Asep Saepudin.
Dirinya berharap agar pemerintah segera membuat payung hukum yang jelas, yang mengakui kedudukan Pondok Pesantren saat ini agar sejajar dengan sekolah formal lainnya. Perda Ponpes yang sudah ada dipertegas lagi dan dikuatkan, sehingga peran pemerintah pun dapat maksimal.
“Para santri yang mondok juga anak bangsa yang harus mendapatkan perhatian, pelayanan, fasilitas dan hak yang sama dengan anak-anak lainnya di negeri ini,” ucapnya.
Ia juga menyebutkan, Perda Nonor 8 Tahun 2023 tentang Fasilitas Penyelenggaraan Pesantren di Kabupaten Bogor ini menjadi sejarah dan tonggak awal keberpihakan Pemerintah Daerah terhadap eksistensi keberadaan Pondok Pesantren. Langkah berikutnya, sejauh ini seberapa maksimal peran pemerintah dalam menjalankan peran dan fungsinya sebagai pemangku kebijakan? Sinergitas antara Ulama dan Umaro menjadi konsep penting dalam Islam untuk menciptakan masyarakat yang adil, sejahtera, dan berlandaskan syariat. Ulama berperan sebagai penjaga moral dan spiritual, sementara umaro bertugas menjalankan pemerintahan dengan kebijakan yang berpihak pada rakyat. Keberpihakan tersebut harus diwijudkan dengan seadil-adilnya, tidak boleh ada diskriminasi.
Jangan sampai keberadaan Perda tersebut hanya sebatas untuk menggugurkan kewajiban saja, mari kita kawal bersama sesuai dengan peran dan tanggung jawab kita masing-masing, karena sejatinya membangun bangsa ini tidak bisa sendirian hanya satu pihak saja, tetapi wajib adanya sinergitas, kolaborasi semua elemen bangsa. Ulama dan Umaro bersatu, Indonesia maju,” kata Wakil Ketua PD Muhammadiyah Kabupaten Bogor, Asep Saepudin.