Bogor, Visinews.net – Pemilihan Umum (Pemilu) 1955 merupakan Pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia yang digelar secara nasional. Waktu itu Republik Indonesia berusia 10 tahun. Sejatinya, sekitar tiga bulan setelah kemerdekaan diproklamasikan Soekarno dan Hatta pada 17 Agustus 1945, pemerintah waktu itu sudah menyatakan keinginannya untuk bisa menyelenggarakan Pemilu pada awal tahun 1946. Hal itu dicantumkan dalam Maklumat X, atau Maklumat Wakil Presiden Mohammad Hatta tanggal 3 Nopember 1945. Maklumat tersebut menyebutkan, Pemilu untuk memilih anggota DPR dan MPR akan diselenggarakan bulan Januari 1946. Kalau kemudian ternyata Pemilu pertama tersebut baru terselenggara hampir sepuluh tahun setelah kemudian tentu bukan tanpa sebab.
Patut dicatat dan dibanggakan bahwa Pemilu yang pertama kali pada tahun 1955 berhasil diselenggarakan dengan aman, lancar, jujur dan adil serta sangat demokratis. Pemilu 1955 bahkan mendapat pujian dari berbagai pihak, termasuk dari negara-negara asing. Pemilu ini diikuti oleh lebih 30-an partai politik dan lebih dari seratus daftar kumpulan dan calon perorangan.
Sekarang di era tahun 2000-an Pemilu semakin dipahami oleh semua kalangan khususnya generasi milenial. Dalam kondisi yang para milenial alami, masih saja selalu membingung untuk menentukan pilihan saat Pemilu tiba. Padahal secara informasi, para milenial lebih mudah dalam mencari tahu profil dari calon yang akan dipililhnya. Mungkin masih ada kelabilan dalam diri para milenial, sehingga perlu adanya penguatan pemikiran kepada mereka agar tidak terjadi pilihan yang tidak dilandasi prinsip.
Atas dasar inilah, Yayasan Visi Nusantara Maju (Vinus Foundation) menggiatkan Tadarus Kebangsaan dengan tema Pemilu dan Partisipasi Pemilih Milenial melalui aplikasi Zoom Meeting pada hari Selasa, 5 Mei 2020 pukul 14.00 s.d 16.00 WIB.
Narasumber yang membagikan ilmu dan pengalamannya adalah sejumlah tokoh daerah Kabupaten Bogor seperti Enday Zarkasih (Kepala Kesbangpol Kabupaten Bogor), Ummi Wahyuni (Ketua KPU Kabupaten Bogor), dan Nadia Hasna Humaira (Aktivis Mahasiswa). Sementara itu, jalannya tadarus kebangsaan kali ini dipandu oleh Riyanto yang merupakan Ketua KNPI Leuwiliang sekaligus Ketua Yayasan Maju Anak Nusantara.
Dalam diskusi, Enday Zarkasih memaparkan bahwa Kesbangpol Kabupaten Bogor sudah menjalankan beberapa program penguatan melek politik kepada para milenial.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua KPU Kabupaten Bogor, Ummi Wahyuni juga menyampaikan jumlah kuantitas milenial di Bogor mencapai 42 persen.
“Potensi milenial dalam berkontribusi pada penguatan demokrasi substansial sangat besar,” pungkasnya.
Sementara itu, dari sudut pandang milenial, Nadia menuturkan bahwa peran pemuda sangat penting dalam hal berpolitik. Tahun 2012 di Malaysia masih tidak membolehkan partisipasi mahasiwa, namun sekarang sudah dibolehkan oleh Pemerintah Malaysia.
Tapi menurut Aktivis Mahasiswa itu kepedulian milenial di Malaysia masih minim dalam hal politik.
“Masih banyak generasi muda di sini (Malaysia) yang masih belum peduli terhadap politik. Padahal itu sangat penting,” tuturnya.
Nadia juga menambahkan, menurutnya di Kabupaten Bogor milenial masih tergerus oleh arus sosial media untuk menentukan pilihan juga pengaruh keluarga atau orang terdekatnya. Hal ini sependapat dengan yang disampaikan Azka selaku peserta diskusi.
Isu ras dan beberapa kasus di Malaysia juga menjadi penyebab ketidakpedulian milenial terhadap politik, tambah Mahasiswa asal Indonesia yang sekarang sedang berada di Malaysia untuk menyelesaikan studinya.
Ketua Bawaslu Kabupaten Bogor, Irvan Firmansyah memberikan tambahan informasi bahwa peran milenial dalam mengawal Pemilu sangat diperlukan mengingat Bawaslu Kabupaten Bogor masih memiliki keterbatasan.
“Mulai sekarang Bawaslu Kabupaten Bogor akan membuat konsep pengawasan untuk para milenial,” kata Irvan.
Di akhir diskusi, Yusfitriadi, Direktur DEEP Indonesia menegaskan bahwa diskusi ini sangat menarik dan akan lebih baik ketika ketika semua baik itu penyelenggara pemilu maupun partisipan menyatukan niat dalam membawa perubahan terhadap demokrasi.
“Pemilu berkualitas hanya akan tercapai oleh pemilih yang cerdas, dan kecerdasan akan lahir karena adanya pendidikan,” tegas Yus di akhir diskusi.