Bogor, Visinews.net – Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) lahir dan dibentuk untuk menjawab bentuk kerja nyata Pemerintah daerah dalam mengatasi semua permasalahan anak. Terutama terkait dengan segala bentuk upaya implementasi preventif dalam melindungi anak ditengah berbagai polemik permasalahannya. Kebijakan dalam penyelenggaraan perlindungan anak merupakan urusan wajib Pemerintah Daerah. Hal ini juga ditegaskan dalam Kebijakan Pemerintah yang tertuang dalam Undang-Undang No 35 Tahun 2014 atas perubahan Undang-undang No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan Anak serta wujud tindak lanjut Pemerintah dalam merativikasi Konvensi Hak-hak Anak dalam Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
Kompleksitas permasalahan anak di Indonesia memerlukan peranan semua stakeholder dalam hal pencegahan dan penanganan penyelesaiannya. Semua lapisan masyarakat sangat diharapkan peran aktifnya. Pemerintah daerah seharusnya menyadari hal tersebut. Tidak berbeda jauh seharusnya itu juga dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor dalam mengimplementasikan semua kebijakan menyangkut peran aktif masyarakat dalam hal menyelesaikan permasalahan anak. Keterlibatan masyarakat sangatlah dirasakan penting, karena segala kebijakan yang diambil oleh Pemerintah akan dirasakan langsung oleh masyarakat baik dari sisi negative maupun dari sisi positifnya.
Keterlibatan ini seyogyanya haruslah juga sama persepsi antara Pemerintah dan semua stake holder. Pembentukan Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) sejak awal dirasakan kurang melibatkan masyarakat secara aktif dan langsung, seharusnya masyarakat dapat terlibat secara aktif karena bentuk social control kebijakan Pemerintah. Hal ini sangat disayangkan dari minimnya informasi yang diperoleh masyarakat dalam hal proses pembentukan Lembaga. Ini menjadikan tanda tanya besar maksud dan tujuan dari terbentuknya KPAD tersebut. Pemerintah seharusnya lebih terbuka kepada public, jangan sampai keragu-raguan masyarakat semakin tertumpuk karena informasi yang tertutup. Merujuk pada Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik ini merupakan informasi yang perlu dan penting bagi masyarakat serta bukan ternasuk kedalam informasi yang diperkecualikan, artinya akses masyarakat seharusnya sangat terbuka untuk ini.
Padahal hal ini juga sudah diatur dalam aturan yang berkaitan dengan Aturan Keterbukaan Informasi Publik dalam Undang-Undang No 14 Tahun 2008. Kurang optimalnya Pemerintah Daerah dalam hal proses seleksi, menjadikan sangat terbatasnya informasi yang dapat diakses oleh masyarakat. Sehingga hal ini pun sangat berpengaruh pada sedikitnya jumlah pendaftar calon anggota Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kabupaten Bogor. Pemerintah daerah dirasa tidak hanya abai dalam melibatkan masyarakat untuk proses ini, akan tetapi Pemerintah melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Bogor tidak juga memperhatikan keterlibatan Elemen masyarakat dari unsur perempuan sejak awal proses.
Direktur PKG – P3A (Pusat Kajian Gender- Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Imam Sunandar menyatakan bahwa proses pembentukan tim seleksi dirasa kurang juga dalam hal melibatkan masyarakat dan tidak memperhatikan keterwakilan perempuan.
“Komposisi tim seleksi dari 7 (Tujuh) orang tim seleksi hanya 2 (dua) orang perempuan didalamnya. Ketidakterbukaan informasi atau bahkan beberapa klarifikasi tidak pernah masyarakat dapatkan atas berlangsungnya proses seleksi ini, padahal jelas dalam SK No 18/KPAI/X/2017 Tentang Pedoman Pembentukan Komisi Perlindungan Anak Daerah pada BAB III tentang Pemilihan dan Pengangkatan Anggota KPAD diawali dengan pembentukan tim seleksi yang melibatkan semua elemen masyarakat dengan tetap memperhatikan capability terutama pemahaman terhadap permasalahan anak,” tutur Imam kepada tim visinews.net hari ini (23/3) melalui ponsel genggam.
Keterlibatan perempuan dalam semua aspek terutama pada beberapa lembaga apalagi menyangkut kedalam kebijakan yang sangat berdampak pada perempuan itu sendiri sudah diatur oleh Pememerintah dalam sebuah Peraturan Kementrian terkait. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No 67 Tahun 2011 Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarus Utamaan Gender di Daerah pasal 4 dengan jelas menyebutkan bahwa Pemerintah daerah berkewajiban menyusun kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan responsif gender yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah atau RPJMD, Rencana Strategis SKPD, dan Rencana Kerja SKPD.
“Menjadi pertanyaan kami apakah implementasi dari kebijakan PUG (Pengarus Utamaan Gender) tidak berlaku juga di Kabupaten Bogor bahkan diimplementasi kinerja Dinas yang notabennya berhubungan langsung dengan kepentingan perempuan dan anak. Sesuai dengan informasi dari pengumuman tim seleksi dari 57 nama peserta yang mendaftar yaitu dari 27 nama peserta yang lolos tersebut terdiri dari 20 orang laki-laki dan 7 orang perempuan yang lolos seleksi administrasi dan menyisakan 14 nama yang bertahan sampai proses ini dan telah melalui tahapan tes tulis dan tes psikolog, dari peserta yang lolos sampai saat ini ada 2 orang perempuan dan 12 orang laki-laki. Melihat komposisi ini belumah menunjukkan keterwakilan 30% perempuan,” tambah Imam Sunandar.
Permasalahan ini juga menjadi perhatian khusus dari anggota legislatif perempuan DPRD Kabupaten Bogor, “Menurut saya sangatlah penting keterwakilan perempuan masuk didalamnya, Perempuan dianugrahi sifat keibuan secara naluriah mereka sangat peduli akan tumbuh kembang anak, seorang perempuan umumnya mampu mendidik, merawat dan mengayomi. Kita sangat menginginkan nuansa itu ada juga di kelembagaan KPAD Kaupaten Bogor,” kata Hj. Nurjanah, S.H., yang merupakan anggota legislatif DPRD Kabupaten Bogor Komisi 2 yang sebelum menjadi anggota legislatif, beliau aktif dalam bantuan hukum bagi masyarakat.
Komposisi KPAD terpilih juga diharapkan tidak hanya memperhatikan keterwakilan perempuan dalam komposisinya. Namun capability dari setiap anggotanya sangat masyarakat tunggu kinerjanya.
“Yang terpenting dari keterwakilan perempuan juga bukan dilihat dari sisi kuantitas saja namun dari segi kulaitas juga harus diperhatikan, sampai karena hanya melihat implementasi 30 % keterwakilan perempuan sehingga tidak memperhatikan latar belakang aktifitas sebelumnya.” Pendapat ini disampaikan oleh Yulianti, Ketua KOPRI PMII Kabupaten Bogor yang menaruh harapan besar juga akan kiprah dari KPAD itu sendri dalam menyelesaikan semua permasalahan anak di bumi tegar beriman ini. Kesadaran semua stakeholder akan pentingnya keberadaan KPAD ini menjadikan pentingnya juga peran aktif dari semua stakeholder untuk selalu peduli dalam mengawasi dan memberikan masukan yang bersifat konstruktif dalam hal mewujudkan kelembagaan KPAD yang profesional dan diisi oleh orang-orang yang memiliki dedikasi tinggi terhadap permasalahan anak. (NG/Visinews.net)