Bogor, Visinews.net – Menarik diskusi online yang diselenggarakan oleh Yayasan Visi Nusantara Maju melalui zoom meeting sore tadi (12/5). Mengapa menarik? karena mengangkat tema “Desain Operasional Percepatan Penanganan Covid-19 yang transparan dan akuntabel”, di mana isu akuntabilitas dan transparansi penanganan covid-19 bukan hanya menjadi isu lokal, namun menjadi isu nasional. Selain tema yang menrik, narasumber yang hadir juga sangat representatif untuk mengelaborasi terkait isu di atas, terutama dalam konteks Kabupaten Bogor. Narasumber yang hadir dalam diskusi tersebut adalah : Yusfitriadi (Ketua Yayasan Visi Nusantara Maju), Ade Yasin (Bupati Bogor, sekaligus kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Kabupaten Bogor), Rudi Susmanto (Ketua DPRD Kabupaten Bogor), Arif Satria (Rektor Institut Pertanian Bogor) dan Mulyadi (Anggota DPR-RI Daerah Pemilihan Kabupaten Bogor). Sehingga diskusi tersebut dihadiri oleh berbagai elemen, baik anggota DPRD Kabupaten Bogor, beberapa SKPD di lingkungan Kabupaten Bogor, para aktivis dan kelompok muda lainnya.

Dalam paparannya Yusfitriadi, banyak menyoroti terkait akuntabilitas dan transparansi penanganan Covid-19 di Kabupaten Bogor. Dia menyampaikan, mengapa transparansi dan akuntabilitas menjadi isu penting dalam penanganan Covid-19 dan massif di seluruh daerah di Indonesia.

Beliau menjelaskan terdapat 5 faktor titik rawan yang berpotensi abainya aspek transparansi dan akuntabilitas dalam penanganan Covid-19 ini. Pertama, Adanya Refocussing dan Relokasi Anggaran. Kondisi ini terjadi tidak hanya di tingkat pusat tapi juga di tingkap propinsi sampai pada tingkat Kabupaten Kota. Seluruh anggaran yang sudah dialokasikan untuk berbagai program pemerintah terpaksa di refocussing dan di relokasi untuk kepentingan penanganan Covid-19. Kondisi ini terjadi sangat cepat sehingga berpotensi terjadi mall administrasi bahkan kebocoran anggaran. Kedua, Pengadaan Barang dan Jasa. Dengan kebutuhan berbagai barang dan jasa sebagai upaya memenuhi kebutuhan penanganan Covid-19, maka pengadaan barang dan jasa pun terjadi sangat cepat dan sudah pasti tidak akan normal, seperti tanpa melalui lelang. Kondisi ini sangat berpotensi mengabaikan aspek transparasi dan akuntabilitas terhadap publik. Karena dalam proses pengadaaanya, baik barang atau jasa public tidak terinformasikan secara utuh. Siapa yang mengerjakan brang dan jasa tersebut, berapa anggarannya, apa saja barang dan jasanya. Mungkin baru akan diketahui oleh public setelah barang dan jasa ada. Itupun bila hasilnya dipublish secara terbuka. Ketiga, Pengelolaan filantrofi dan Sumbangan Pihak Ketiga. Seperti kita fahami bahwa Covid-19 merupakan wabah yang sangat mematikan secara massal, sehingga banyak pihak yang menyalurkan donasinya melalui gugus tugas. Baik itu dari perusahaan, Non Government Organisation (NGO), dari pemerintah pusat dan dari pemerintah propinsi. Berbagai bantuan ini akan berpotensi tidak diproses secara transparan dan akuntabel baik sumbernya, maupun penyalurannya. Keempat, Penyelenggaraan dan Distrubusi Bantuan Sosial. Kondisi data based yang tidak kuat tidak hanya terjadi di tingkat kabupaten atau kota, namun juga menjadi permasalahan nasional. Sehingga dengan kondisi data tersebut, penyelenggaraan dan distribusi bantuan social, baik itu dari pemerintahan pusat, propinsi maupun kabupaten/kota rentas bermasalah. Selain itu transparansi data pun sulit di dapatkan, sehingga dihawatirkan bantuan terebut tidak tepat sasaran. selain tidak tepat sasaran dengan data yang lemah bisa juga terjadi masyarakat yang mendapatkan double bahkan tidak sama sekali. Kelima, Peraturan Pemerintah Penggati Undang-Undang (PERPPU) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Coronavirus Disease-2019 (Covid-19). Peraturan tersebut dinilai banyak pihak sebagai bentuk “imunitas absolut” penguasa. Hal itu lebih disebabkan terdapat beberapa pasal yang seakan pemerintak kebal hukum dalam penanganan anggaran covid-19. Maka kondisi ini akan rentan disalahgunakan oleh pemerintah ketika terdapat masalah dalam anggaran, termasuk ketidaktransparanan dan ketidakakuntabilitasan dalam penggunaan anggaran negara untuk menangani covid-19 ini.

Di tingkat Kabupaten Bogor, yang sudah jelas secara terbuka dinyatakan oleh Bupati Bogor, bahwa Pemerintah Daerah Kabuaten Bogor sudah menganggarkan 384 milyar untuk percepatan penanganan covid-19, salah satunya hasil refocussing dan relokasi anggaran tahun 2020. Adapun Bantuan dari pemerintah propinsi, Pemerintah Pusat dan bantuan dari pihak ketiga, sampai saat ini tidak tidak dibuka dan dipublish secara terbuka ke tengah-tengah masyarakat. termasuk juga penyalurannya, masyarakat juga tidak terinformasikan. Mungkin data-data tersebut ada pada dinas masing-masing sebagai desk pelaksana tugas dan mitra gugus tugas. Namun tentu saja masyarakat akan kesulitan jika hanya sekedar untuk mengetahui kondisi anggaran tersebut harus mendatangai secretariat gugus tugas apalagi mitra-mitra kerja gugus tugas. Dengan kondisi ini, masyarakat pada akhirnya hanya menduga-duga bahkan berspekluasi. Apakah jumlah uang yang sudah disiapkan oleh APBD sebanyak 384 milyar cukup atau tidak, apakah berbagai bantuan social baik dari pemerintah pusat, propinsi maupun dari pihak ketiga sudah terdistribusikan secara utuh atau tidak, tepat sasaran atau tidak. Saya memandang berbagai pertanyaan dan spekulasi public tersebut harus mampu dijawab secara terbuka melalui data yang kuat. Inilah yang saya maksud sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas publik. Selain akuntabilitas dan transparasi anggaran, kinerja gugus tugas percepatan dan penanganan covid-19 di kabupaten bogor juga tidak boleh lepas dari prinsip akuntabilitas dan transparansi. Karena ketika kinerja gugus tugas dari mulai kabupaten sampai pada tingkatan RW tidak terbuka, masyarakat tidak bisa memahami kondisi yang sesungguhnya. Yang masyarakat fahami dan rasakan adalah kebijakan pemerintah yang bernama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tidak berjalan efektif. Contoh yang sangat sederhana adalah aktifitas pasar yang seakan tidak sedang terjadi apa-apa, angkutan umum yang tidak menjalankan protokol covid-19 dan sebagainya. Pertanyannya adalah apakah BUMD yang mengelola pasar tidak bekerja, apakah dinas perhubungan tidak bekerja, padahal kedua lembaga tersebuty adalah mitra dari gugus tugas dalam percepatan penanganan covid-19 di kabupaten bogor. Bagaimana kondisi relokasi dana desa dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk covid-19.

“Apakah gugus tugas di tingkat desa dan RW juga berjalan secara efektif. Pertanyaan tersebut tidak akan muncul ketika transparansi dan akuntabilitas dilakukan,” tambah Ketua Yayasan Visi Nusantara Maju, Yusfitriadi, Selasa (12/5).

Instrumen yang mampu mendorong dan memastikan akuntabilitas dan transparansi percepatan penanganan Covid-19 diantaranya adalah kelembagaan legislatif. Sampai saat ini saya belum melihat bentuk nyata dari peran pengawasan lembaga legislative Kabupaten Bogor dalam mengawasi baik kondisi anggaran maupun kinerja gugus tugas percepatan penanganan covid-19 di kabupaten bogor. Hal itu bisa dibuktikan sampai saat ini, belum ada progress hasil peran pengawasan secara periodik terkait covid-19 di Kabupaten Bogor. (NG/Visinews.net)

 993 total views,  6 views today