26/09/2019
Keterlibatan kelompok pelajar ke dalam aksi demonstrasi ke gedung DPR kemarin (25/092019) masih menjadi perbincangan banyak pihak. Dalam sebuah wawancara yang kami lakukan dengan Dr. Sofyan Sjaf, Kepala Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3) IPB yang juga merupakan mantan aktivis mahasiswa ’98, memaparkan bahwa aksi yang dilakukan oleh pelajar ke gedung DPR-RI pada Rabu, 25 September 2019 kemarin merupakan ekspresi yang wajar dalam demokrasi.
Dia menjelaskan bahwa pelajar STM atau yang sederajat hari ini adalah termasuk generasi milenial yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan generasi sebelumnya.
“Anak milenial itu memiliki tiga karakter yang menonjol sebagai identitasnya. Yang pertama mereka itu kelompok yang networking maker, yang kedua adalah percaya diri, dan yang ketiga mereka itu kelompok yang creating”
Lebih jauh Sofyan menjelaskan bahwa anak milenial sangat menyukai perkawanan yang dihubungkan oleh media sosial yang menjadi piranti pokok mereka dalam berkomunikasi. Selain itu, mereka lahir dengan karakter yang sangat percaya diri tampil di ruang pergaulan sosial mereka. Kelompok milenial juga adalah kelompok yang lebih mempunyai orientasi mencipta (creating).
Keterlibatan kelompok pelajar (milenial) dalam aksi demonstrasi kemarin masih dalam koridor demokrasi. Adapun aksi anarkis yang dilakukan oleh sebagian dari mereka dengan merusak fasilitas publik adalah pengecualian yang tidak boleh digeneralisir.
“Dulu waktu ’98 juga ada anak SMA yang ikut demo bareng mahasiswa. Seandainya aparat saat itu tidak anarkis, maka tidak akan ada kerusuhan yang cukup besar saat itu”, sambung Sofyan.
Sofyan percaya bahwa bila aparat bisa bertugas melakukan pengamanan dengan tenang tanpa mudah terprovokasi, rangkaian demonstrasi tidak akan menimbulkan korban.
Menurutnya, demonstrasi yang hari ini dilakukan oleh mahasiswa yang disusul oleh adik-adiknya di tingkat STM atau sederajat, merupakan sebuah moral force yang murni dan tidak lahir dari manuver politik praktis.
“Sejauh pengamatan saya, aksi anak-anak pelajar ini masih merupakan moral force sebagai panggilan untuk melakukan sebuah aksi kepedulian. Maka sebaiknya kita tidak terburu-buru dalam menyimpulkan”, ujar Sofyan.
Selain Sofyan Sjaf, seorang aktivis sosial juga memberikan pendapatnya terkait isu yang sama. Melalui sambungan telepon, Gufron Mabruri (Wakil Direktur IMPARSIAL) memberikan beberapa pernyataan menyikapi kelompok pelajar yang ikut turun aksi ke jalan.
Menurutnya, apapun motif dibelakang sebuah aksi demonstrasi, selama aksi itu dilakukan dengan baik tanpa menimbulkan sebuah kerusuhan atau kerusakan, maka sah-sah saja sebagai ekspresi demokrasi. Namun akan menjadi lain ketika aksi demonstrasi itu sudah diikuti oleh aksi pengrusakan dan membuat keamanan terganggu.
Gufron menyatakan bahwa polisi atau aparat harus bisa tegas jika sudah ada aksi-aksi anarkis yang menjadi ancaman langsung bagi keamanan. Untuk usia pelajar, sebaiknya polisi harus bisa mengamankan secara lebih persuasif dan jauh dari respon-respon represif.
Menurutnya, fenomena kelompok besar pelajar yang turun aksi ke jalan pasca demonstrasi yang dilakukan oleh kelompok mahasiswa merupakan fenomena yang relatif baru. Namun dia berharap aparat bisa lebih ekstra hati-hati dan jangan mudah terpancing oleh narasi-narasi provokatif apapun.
“Dinamika yang hari ini terjadi, jika gagal dikelola dengan baik, maka potensi chaos itu ada”, ucap Gufron.