Oleh: Asep Saepudin (Wakil Ketua Pemuda Muhammadiyah Jawa Barat, Komisioner KPAD Kabupaten Bogor)
Marhaban ya Ramadhan, syahrul mubarok.
Bulan keberkahan itu kini datang lagi. Bulan yang dirindukan oleh jutaan Umat Islam yang beriman di seantero jagat raya ini. Suatu bulan yang spesial di antara bulan-bulan lainnya.
Bulan yang disalah satu malamnya, terdapat malam kemuliaan yang lebih dari seribu bulan. Di dalam bulan tersebut Allah menurunkan Al-Qur’an dan keberkahan. Pada bulan tersebut Allah menyeru setiap hambanya dengan panggilan khusus.
Mengapa demikian?
Karena tidak semua orang Islam diserunya. Hanya orang-orang yang beriman saja, maka bergembiralah bagi yang merasa dipanggil. Bergegaslah untuk memenuhi panggilan tersebut dengan riang gembira. Karena yang memanggilnya pun Yang Maha Mulia, yaitu Allah ta’ala.
Saudaraku, ketika kita mendengar seruan Allah, yang diawali dengan kalimat “Yaa ayyuhalladziina aamanu” (hai orang-orang yang beriman), maka camkanlah dan simak baik-baik.
Karena itu tanda ‘panggilan cinta‘ dari Allah untuk hamba-Nya yang spesial di muka bumi ini. Sungguh beruntung orang-orang yang mendapati seruan tersebut, semoga kita termasuk di dalamnya.
Allah ta’ala menyeru lewat firman-Nya,
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa” (Q.S. Al-Baqarah:183).
Ayat ini terdengar sangat familiar di telinga kita, setiap tahun menjelang ramadhan selalu terurai lewat lisan-lisan para da’i dan qori. Ayat ini menjadi wajib untuk selalu dibaca di setiap khutbah, ceramah maupun kultum di bulan Ramadhan.
Saudaraku, sadarkah kita?
Setiap tahun kita bertemu Ramadhan dan mendengarkan lantunan ayat tersebut. Namun hanya sepintas, lalu pergi tanpa bekas keimanan dan ketakwaan yang terpatri di hati.
Lantas akan menunggu berapa Ramadhan lagi kita untuk jadi hamba yang benar-benar bertakwa?
Mari kita jadikan Ramadhan ini sebagai babak final perjalanan kehidupan dan ibadah. Karena tidak ada jaminan untuk bertemu Ramadhan berikutnya.
Kehidupan ini hanya hitungan hari. Entah esok atau lusa, kita yang akan dipanggil Yang Kuasa.
Setiap detik dan menit yang berlalu tak akan kembali. Maka alangkah ruginya bila hanya diisi dengan kesia-siaan belaka, sesal kemudian tiada guna.
Kehidupan ini teramat singkat, terasa baru kemarin masih kanak-kanak, lalu beranjak remaja, dewasa dan tua kemudian mati. Lantas bekal apa yang sudah kita persiapkan untuk perjakanan kehidupan berikutnya yang kekal nan abadi?
Yang tidak ada lagi kesempatan untuk memperbaiki amal dan menambah bekal, kecuali yang sudah kita kerjakan ketika masih hidup di dunia.
Saudaraku, Ramadhan ini sudah datang. Tak akan terasa, dalam hitungan sekejap pun akan berlalu pergi. Tidak bisa kita buru-buru pergi atau ditahan-tahan agar jangan lekas berlalu.
Saudaraku, masih ingatkah tatkala kita kecil, saat pertama kali belajar berpuasa?
Di Ramadhan tahun-tahun tersebut, tentu yang kita hitung-hitung adalah sudah berapa hari kita puasa? Sisa berapa hari puasa? Dan berapa hari lagi menuju berlebaran? Karena sudah tidak sabar untuk segera mengenakan pakaian baru.
Kini, tentu bukan itu yang mestinya kita perhitungkan. Tapi seberapa bermakna Ramadhan ini kita jalani. Adakah sama selayaknya kita berpuasa ketika masih kanak-kanak? Tentu harapnnya tidak demikian.
Kita berpuasa semata panggilan iman dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah untuk meraih predikat takwa. Takwa yang sebenar-benarnya takwa dalam pandangan Allah.
Tetap patuhi protokol kesehatan, pandemi Covid-19 ini belum berakhir. Selamat menunaikan ibadah puasa. Semoga Allah menerima amal ibadah kita.