Oleh : Waspada ( Wakil Ketua KPAD Kabupaten Bogor)

Alhamdulillaah, Saat ini kita berada dibulan yang ditunggu – tunggu seluruh umat Islam, yakni bulan Ramadhan 1442 H.

Walau masih dibayangi Pandemi Covid-19, Ramadhan kali ini tampak lebih meriah dan lebih bergairah, karena Masjid dan Mushola sudah diizinkan menyelenggarakan Sholat Taraweh dan Tadarus dengan tetap memperhatikan Protokol Kesehatan yang ketat.

Dibulan Ramadhan, umat Islam  melaksanakan Ibadah Puasa dengan suka cita mengharap Ridho ALLAH SWT. Selain menahan makan dan minum, inti berpuasa adalah menahan hawa nafsu, termasuk menahan nafsu amarah.

Dengan kata lain, kita yang sedang menjalankan puasa harus mampu bersabar dalam segala hal, agar puasa kita benar – benar menghantarkan kita menjadi insan yang muttaqiin.

Dalam momentum ini, sangat tepat untuk membangun budaya Ramah Anak. Baik dalam keluarga atau dilingkungan masyarakat. Hal ini bisa dimulai dari bagaimana kita, sebagai orang tua mengajak anak untuk berpuasa dan ibadah lainnya dengan pendekatan yang lebih ramah. Bebas dari intimidasi berupa ancaman ataupun paksaan. Akan tetapi lebih menggunakan pendekatan motivasi dan apresiasi.

Jika anak masih usia Balita dan tidak mau berpuasa (karena memang belum siap untuk berpuasa), hendaknya orang tua tidak memaksakan kehendak anaknya untuk berpuasa dengan berbagai cara.

Karena jika anak dipaksakan untuk berpuasa sementara fisik dan psikis belum siap, hal itu justru akan berdampak kurang baik terhadap tumbuh kembang anak. Misalnya anak akan menjadi pembohong ( pura – pura berpuasa ) saat dihadapan orang tua, atau bahkan anak menjadi trauma puasa, sehingga berpuasa seakan menjadi sesuatu yang berat.

Maka seharusnya, mengajarkan berpuasa kepada anak harus dengan bijak, sehingga anak bisa berlatih puasa dengan nyaman tanpa merasa dipaksa, yang kemudian dapat memberikan kesan bahwa berpuasa itu indah.

Budaya Ramah Anak juga sangat penting diterapkan ditempat – tempat ibadah ( Masjid & Mushola ), mengingat masih banyak pengurus Masjid atau Mushola yang belum ramah anak.

Misalnya karena anak bermain di Masjid atau Mushola dianggap mengganggu orang yang sedang beribadah, kemudian anak diusir dari sana. Nah, ketika anak diusir, anak akan mencari tempat dan teman bermain yang tidak terkontrol oleh orang tua. Akibatnya, anak semakin jauh dari tempat Ibadah dan jauh dari Agama.

Inilah pentingnya menumbuhkan kesadaran bagi pengurus Masjid atau Mushola, bahwa ketika anak sedang bermain sana, sejatinya mereka sedang belajar beribadah dan sedang belajar Agama, itulah cara belajar agama bagi anak – anak. Apa yang mereka lihat, apa yang mereka dengar akan menjadi pelajaran dan menjadi bekal yang sangat berharga dalam kehidupannya.

Untuk itu sudah saatnya kita Kampanyekan tempat ibadah ramah anak, agar mereka nyaman ditempat – tempat ibadah. Sehingga mereka tidak bermain ketempat – tempat yang lepas dari pantauan orang tua, yang bisa jadi ditempat tersebut anak mendapatkan pengalaman perilaku menyimpang, baik dari teman sebaya ataupun dari orang dewasa.

Begitu banyak riwayat yang menceritakan bagaimana Rasulullah Muhammad sangat ramah kepada anak, termasuk saat Rasulullah di Masjid.
Jika kita simak bagaimana sikap Rasulullah terhadap anak – anak termasuk saat di Masjid, sudah cukup rasanya sebagai landasan bagaimana pentingnya membangun budaya Ramah Anak dalam keluarga, ditempat Ibadah juga dilingkungan masyarakat.

Mari, diRamadhan kali ini kita jadikan moment untuk mengkampanyekan budaya Ramah Anak, dimanapun dan kapanpun.

” Selamat Menunaikan Ibadah Puasa “

 486 total views,  3 views today