Visinews.net – Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, tengah menghadapi ujian berat dalam kepemimpinan institusinya. Kasus-kasus pelanggaran etika dan moral yang melibatkan para pemimpin lembaga negara seperti MK, KPK dan baru saja diumumkan pemecatan ketua kpu Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memberhentikan Hasyim Asy’ari dari jabatan Ketua KPU RI. Hasyim diberhentikan lantaran terbukti bersalah dalam perkara dugaan tindak asusila terhadap salah seorang PPLN untuk wilayah Eropa. Kasus kasus ini bisa ditaril secara parsial, namun dalam konteks kepemimpinan institusi di Indonesia hal ini mengguncang kepercayaan publik dan menimbulkan pertanyaan besar: Quo Vadis kepemimpinan institusi di Indonesia?
Kepemimpinan adalah salah satu faktor kunci dalam menentukan keberhasilan suatu organisasi atau negara. Pemimpin yang baik mampu mengarahkan, memotivasi, dan menginspirasi bawahannya untuk mencapai tujuan bersama. Namun, pemimpin yang buruk dapat menghancurkan organisasi dan merusak kepercayaan publik.
Dalam konteks Indonesia, kepemimpinan institusi sangat penting karena lembaga-lembaga negara seperti KPU, MK, dan KPK memiliki peran yang krusial dalam menjaga demokrasi, menegakkan hukum, dan memberantas korupsi. Ketika para pemimpin institusi tersebut terlibat dalam pelanggaran etika dan moral, maka akan berdampak buruk pada kinerja lembaga yang dipimpinnya, serta merusak kepercayaan publik terhadap lembaga tersebut.
Teori Kepemimpinan Modern
Teori kepemimpinan modern menawarkan berbagai perspektif tentang bagaimana seorang pemimpin seharusnya berperilaku dan memimpin.
Contohnya misalnya:
* Kepemimpinan Transformasional: Teori ini menekankan pentingnya pemimpin yang mampu menginspirasi dan memotivasi bawahannya untuk mencapai tujuan bersama. Pemimpin transformasional memiliki visi yang jelas, mampu mengkomunikasikan visi tersebut dengan efektif, dan mampu menciptakan lingkungan kerja yang positif dan produktif.
* Kepemimpinan Melayani: Teori ini menekankan pentingnya pemimpin yang berorientasi pada pelayanan kepada bawahan dan masyarakat. Pemimpin melayani menempatkan kepentingan orang lain di atas kepentingan pribadi, dan selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi orang-orang yang dipimpinnya.
* Kepemimpinan Otentik: Teori ini menekankan pentingnya pemimpin yang jujur, tulus, dan memiliki integritas tinggi. Pemimpin otentik tidak hanya berbicara tentang nilai-nilai yang baik, tetapi juga mempraktikkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Tuntunan Agama
Setiap pemimpin institusi di Indonesia dengan kitab sucinya, Dimana agama-agama besar di Indonesia, seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu, mengajarkan nilai-nilai kepemimpinan yang luhur. Nilai-nilai tersebut antara lain:
* Kejujuran: Pemimpin harus jujur dan amanah dalam menjalankan tugasnya.
* Keadilan: Pemimpin harus adil dan tidak membeda-bedakan bawahannya.
* Kebijaksanaan: Pemimpin harus bijaksana dalam mengambil keputusan.
* Tanggung Jawab: Pemimpin harus bertanggung jawab atas segala tindakan dan keputusannya.
* Keteladanan: Pemimpin harus menjadi teladan bagi bawahannya.
Kepemimpinan dalam Pancasila
Pancasila sendiri sebagai dasar negara Indonesia, juga mengandung nilai-nilai kepemimpinan yang penting. Nilai-nilai tersebut antara lain:
* Ketuhanan Yang Maha Esa: Pemimpin harus memiliki keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
* Kemanusiaan yang Adil dan Beradab: Pemimpin harus menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan kesetaraan.
* Persatuan Indonesia: Pemimpin harus mampu mempersatukan seluruh rakyat Indonesia dari berbagai latar belakang.
* Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan: Pemimpin harus mendengarkan aspirasi rakyat dan melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan.
* Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia: Pemimpin harus berusaha mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Realita di Lapangan Kepemimpinan Institusi di Indonesia
Sayangnya, praktik kepemimpinan institusi di Indonesia belum sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai luhur yang diajarkan oleh baik kepemimpinan modern secara akademik, tuntunan agama, dan bahkan Pancasila yang di dengung dengungkan sebagai hukum tertinggi bernegara. Kasus-kasus pelanggaran etika dan moral yang melibatkan para pemimpin lembaga negara telah menunjukkan bahwa masih banyak pemimpin yang belum memiliki integritas dan komitmen yang kuat untuk melayani masyarakat.
Sebagai refrehment, Beberapa contoh kasus yang mencoreng wajah kepemimpinan institusi di Indonesia antara lain:
* Pemecatan Ketua KPU yang baru saja di umumkan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena Asusila kasus asusila ironinya Pada tahun 2020, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga diberhentikan secara tidak hormat karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik berat. Kasus ini menjadi pukulan telak bagi integritas KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang seolah olah sudah habis tidak punya pemimpin yang memiliki integritas.
* Pemberhentian Ketua MK karena Melanggar Etika: Pada tahun 2023, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) diberhentikan karena terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim konstitusi. Kasus ini menjadi preseden buruk bagi MK sebagai penjaga konstitusi.
* Pemberhentian Ketua KPK karena Menjadi Tersangka: Pada tahun 2023, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diberhentikan sementara karena ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap. Kasus ini menjadi tamparan keras bagi KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi.
Analisis Kepemimpinan bermasalah
Mungkin ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya pelanggaran etika dan moral oleh para pemimpin institusi di Indonesia, antara lain:
* Lemahnya Penegakan Hukum: Hukum yang lemah dan tidak tegas membuat para pemimpin institusi merasa kebal hukum dan berani melakukan pelanggaran.
* Kurangnya Pengawasan: Pengawasan internal dan eksternal terhadap lembaga-lembaga negara masih lemah. Hal ini membuat para pemimpin institusi leluasa melakukan penyimpangan.
* Budaya Korupsi: Budaya korupsi yang masih mengakar kuat di Indonesia juga menjadi faktor pendorong terjadinya pelanggaran etika dan moral oleh para pemimpin institusi.
* Politisasi Lembaga Negara: Lembaga-lembaga negara seringkali dijadikan alat politik oleh partai politik atau kelompok kepentingan tertentu. Hal ini membuat para pemimpin institusi tidak independen dan mudah tergoda untuk melakukan penyimpangan.
Solusi Ke Depan
Mau sampai kapan kepemimpinan institusional dibangun dengan model kepentingan sesaat? Muncul rumor di masyarakat bahwa pemimpin ini terpilih karena barter transaksi kepentingan tertentu dan sekaranglah, habis manis sepah di buang.
Kalau bangsa ini di bangun dengan sistem begini, masyarakat berarti sakit jiwa dan negara kita ke depan pasti cuma menunggu kematian.
Untuk membangun kepemimpinan bangsa yang lebih sehat dan berintegritas, perlu dilakukan beberapa langkah perbaikan, antara lain:
* Penguatan Penegakan Hukum: Hukum harus ditegakkan secara tegas dan adil terhadap siapa pun yang melakukan pelanggaran, termasuk para pemimpin institusi. Ini solusi simple tapi realitanya pelaksanaannya tidak terwujud tanpa itikad baik kepemimpinan nasionak
* Peningkatan Pengawasan: Pengawasan internal dan eksternal terhadap lembaga-lembaga negara harus diperkuat. Masyarakat harus dilibatkan dalam pengawasan ini.
Pilihlah pengawas yang bukan mau kompromi tapi yang punya integritas
* Pemberantasan Korupsi: Budaya korupsi harus diberantas secara sistematis dan menyeluruh. Cara cara lama tinggalkan. Bedel. Buat pendekatan yang workable.
* Peningkatan Kualitas SDM: Kualitas sumber daya manusia (SDM) para pemimpin institusi harus ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan.
* Penguatan Nilai-nilai Kepemimpinan: Nilai-nilai kepemimpinan yang luhur, seperti kejujuran, keadilan, kebijaksanaan, tanggung jawab, dan keteladanan, harus ditanamkan sejak dini kepada generasi muda.
Kaderisasi Kepemimpinan Bangsa yang Sehat
Kaderisasi kepemimpinan bangsa yang sehat merupakan investasi jangka panjang untuk masa depan Indonesia. Kaderisasi ini harus dimulai sejak dini, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam rangka kaderisasi kepemimpinan bangsa yang sehat antara lain:
* Pendidikan Karakter: Pendidikan karakter harus menjadi prioritas dalam sistem pendidikan nasional. Anak-anak harus diajarkan tentang nilai-nilai luhur, seperti kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab.
* Pelatihan Kepemimpinan: Pelatihan kepemimpinan harus diberikan kepada generasi muda secara berkelanjutan. Pelatihan ini dapat dilakukan di sekolah, universitas, atau organisasi kepemudaan.
* Penghargaan dan Sanksi: Pemimpin yang berprestasi harus diberikan penghargaan, sementara pemimpin yang melakukan pelanggaran harus diberikan sanksi tegas.
Dengan melakukan langkah-langkah tersebut, diharapkan Indonesia dapat melahirkan generasi pemimpin yang berintegritas, berwawasan luas, dan memiliki komitmen yang kuat untuk melayani masyarakat.
Pertanyaan “Quo Vadis kepemimpinan institusi di Indonesia?” Harus direnungkan untuk direnungkan. Jalan yang harus ditempuh masih panjang dan berliku. Namun, dengan komitmen dan upaya bersama, kita dapat membangun kepemimpinan bangsa yang lebih baik.
Masa depan Indonesia ada di tangan para pemimpinnya. Semoga bersama-sama kita dapat berjuang untuk mewujudkan Indonesia yang lebih adil, sejahtera dan bermartabat.
Ditulis oleh: Sariat Arifia