Oleh:
Ajeng Trisnasasti
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Prof. Dr. HAMKA
Sejak merebaknya pandemi Covid-19 setahun lalu, tepatnya tanggal 19 Maret 2020 pemerintah Indinesia membuat kebijakan lockdown untuk semua kegiatan bersifat massal. Tak terkecuali dunia Pendidikan, mengalami banyak perubahan dan penyesuaian budaya belajar mengajar. Memaksa satuan Pendidikan, guru, peserta didik, orangtua, dan masyarakat untuk tetap bertahan dengan perubahan yang begitu cepat. Melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) empat Mentri tentang panduan peroses pembelajara dalam bentuk pembelajaran jarak jauh, tatap maya, Group WA sampai meniadakan ujian akhir di semua tingkat satuan Pendidikan. Pemberlakuan kurikulum darurat oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia pun diterbitkan sebagai bentuk tanggung jawab atas amanat undang-undang dasar 45, pemerintah mencoba meminimalisir gegundahan, kebingungan yang dilami dunia Pendidikan di indonesia.
Pembelajaran Jarak Jauh dirancang agar peserta didik bisa belajar secara virtual dengan memanfaatkan teknologi informasi. Oleh karena itu, peserta didik dan guru sangat memerlukan peralatan IT seperti laptop dan smartphone dalam proses pembelajarannya. Dunia Pendidikan Indonesai dibuat terguncang dengan perubahan tersebut dalam beberapa saat hal ini terjadi karena beberapa faktor utama yaitu belum seluruhnya satuan Pendidikan siap dengan penggunaan teknologi karena masih terbiasa dengan pembelajara konvensional dalam kelas, faktor cuaca, geografis dan sarana prasana yang belum memadai untuk penggunaan teknologi itu sendiri. Untuk meminimalisir segala kendala yang ditemukan di lapangan pemerintah dengan berbagai kebijakan menyalurkan bantuan agar kendala yang ditemukan di lapangan tidak terlalu berat. Di antaranya seperti kebijakan BOS yang lebih fleksibel dalam mengalokasikan dana untuk pengadaan sarana teknologi, pulsa dan fasilitas pembelajaran daring lainnya. Bantuan pulsa belajar dari beberapa provider di Indonesia pun memngalir dengan baik.
Bukan bangsa Indonesia rasanya jika tidak bisa bertahan, hal tersebut dapat diatasi dalam beberapa bulan penyesuaian saja. Seiring berjalannya waktu dunia Pendidikan mulai terbiasa dengan perubahan belajar di kelas yang beralih dengan penggunaan ruang belajar online seperti google class room, zoom meeting, skype, Google meet, whatsapp, dan telegram pun digunakan. Pembelajaran jarak jauh ini memaksa para guru dan siswa untuk lebih inovasi lagi, memanfaatkan segala media yang ada agar tujuan pembelajaran dalam kompetensi dasar yang diajarkan tercapai.
Media yang paling sering digunakan sebagai sarana pengumpulan tugas dan penilaian tugas yang diberikan adalah media social seperti facebook, Instagram, youtube, tiktok, line, dan tweeter yang dimiliki guru dan peserta didik. Seperti yang dinyatakan oleh Chris Garrett, media social adalah jasa dan komunikasi yang memfasilitasi hubungan antara orang dengan satu sama lain dan memiliki kepentingan yang sama. Hal ini seiring sejalan dengan teori konektifisme dimana integrasi prinsip yang diekplorasi melalui teori chaos, network, dan teori kekompleksitas dan organisasi diri, pemahaman bahwa keputusan didasarkan pada perubahan yang cepat. Informasi baru diperoleh secara kontinu.
Prinsip saling berhubungan satu sama lain dari teori ini menjadi sarana promosi tersendiri bagi sekolah. Bayangkan jika satu tugas kelompok diunggah disosial media peserta didik kemudian satu kelompok tersebut saling menandai temannya dan guru yang bersangkutan dengan menyertakan judul tugas mereka juga sekolah asal, maka akan terhubung satu samalain dan tersebarlah karya mereka dijagat maya. Andai saja satu kelompok terdiri dari lima siswa dan satu siswa memiliki minimal 10 teman social media, maka ada sekitar 50 orang yang akan melihat karya mereka dan melihat pula sekilas tentang kegiatan sekolah yang bersangkutan. Belum lagi dalam satu kelas minimal 30 siswa ada disana itu artinya sekitar 300 orang akan menyaksikan karya mereka. Bukankah ini adalah publikasi terselubung yang sangat menguntungkan? Siswa mendapat nilai dengan sarana yang paling mudah diakses, guru mudah dalam memantau tugas siswa, promosi sekolah juga berjalan dengan sendirinya bahkan tanpa disadari membentuk opini public tentang keaktifan sekolah tersebut.
Selalu ada jalan selalu ada cara selalu ada hikmah dibalik setiap peristiwa. Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia tidak menjadikan dunia Pendidikan kita terpuruk namun menjadikan kita sebagai insan Pendidikan yang jauh lebih tangguh, kreatif dan inovatif. Bersiap untuk menyambut kebijakan Menteri Pendidikan pada awal tahun ajaran baru 2021/2022 dengan kembali belajar di sekolah dengan adaptasi kebiasaan baru sesuai dengan standar protokol kesehatan.