Gorontalo – Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 55/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang memerintahkan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Gorontalo Utara menjadi tamparan keras bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) setempat. Putusan ini menegaskan bahwa penyelenggara pemilu di Gorontalo Utara dinilai gagal menjalankan tugasnya secara profesional, bahkan patut diduga sengaja abai terhadap pelanggaran yang terjadi.
Sejumlah lembaga pemantau dan Penggiat pemilu, diantaranya Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia Gorontalo, Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Gorontalo, Lembaga Studi Visi Nusantara (LS Vinus) Gorontalo, dan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Gorontalo, menegaskan bahwa KPU dan Bawaslu tidak hanya lalai, tetapi telah meruntuhkan integritas dalam mengawal proses demokrasi.
Dalam konferensi pers yang dilaksanakan pada hari Kamis keempat lembaga tersebut menyoroti bahwa penyelenggara pemilu membiarkan tahapan pencalonan yang bermasalah, sehingga berdampak serius terhadap peserta Pilkada (pasangan calon dan partai politik pengusul). Bukan sekadar keteledoran administratif, tetapi ini adalah kegagalan dalam memitigasi kerawanan Pilkada 2024.
Sebagai bentuk tanggung jawab, lembaga pemantau dan pegiat pemilu berkomitmen untuk terus mengawal PSU di Gorontalo Utara, memastikan penyelenggara bekerja sesuai ketentuan, dan berupaya berkonstribusi mencegah terjadi pelanggaran yang sama. Mereka juga menegaskan bahwa demokrasi di daerah ini tidak boleh dibiarkan dikendalikan oleh kepentingan segelintir pihak yang abai terhadap etika dan aturan pemilu.
Wahyudin A. Gobel selaku Koordinator Lembaga Studi Visi Nusantara (LS-Vinus) Gorontalo menyampaikan bahwa Bawaslu Gorontalo Utara gagal dalam mendeteksi kerawanan Pilkada di Gorut sehingga petaka yang menyebabkan kerugian besar bagi semua pihak.
“Bayangkan betapa banyak kerugian yang ditimbulkan akibat putusan KPU dan Bawaslu Gorontalo Utara sehingga menjadi petaka bagi banyak pihak, kerugian secara materi, tenaga, pikiran bahkan menghamburkan uang negara ditengah-tengah efesiensi anggaran oleh pemerintah sehingga penyelenggara Pemilu bertanggung jawab atas kejadian tersebut, hal ini justru meruntuhkan nilai nilai luhur Demokrasi dan meruntuhkan integritas penyelenggara Pemilu. Bahkan kami khawatir justru publik akan kehilangan kepercayaan terhadap Lembaga Penyelenggara Pemilu,” Pungkas Wahyu.
Menurut Wahyu, Pilkada harus menjadi arena kompetisi yang adil dan setara, bukan Jika KPU dan Bawaslu Gorontalo Utara tetap tidak bertindak mandiri dan profesional menjalankan tugas dan kewenangannya, maka sudah saatnya mengembalikan marwah lembaga penyelenggara pemilu di Gorontalo utara.