Bogor, visinews.net – Pengamat politik dari beberapa lembaga menyebut jika Peraturan KPU (PKPU) Nomor 15 Tahun 2023 produk asal-asalan, Senin (23/08).
Hal ini dikritisi para pengamat setelah melihat beberapa masalalah dalam PKPU Nomor 15 Tahun 2023 ini.
Ketua Yayasan Visi Nusantara Maju (Vinus Foundation) Yusfitriadi mengatakan, PKPU Nomor 15 Tahun 2023 ini dibuat asal-asalan karena dalam aturan itu, tidak dicantumkan sanki yang benar-benar mengikat.
Menurut Yusfitriadi, sanksi yang ada dalam PKPU Nomor 15 Tahun 2023 ini masih sangat ambigu, salah satunya soal aturan kampanye Pemilu 2024.
Yusfitriadi memaparkan, aturan yang terkesan asal-asalan ini ada ada Bab V PKPU Nomor 15 Tahun 2023, yang membahas metode kampanye.
Ada bab tersebut, terutama bagian ketiga disebutkan, penyebaran bahan kampanye pemilu pada pasal 33 diatur tentang detail alat peraga, mulai dari ukuran hingga harga yang tidak boleh melebihi dari Rp100.000.
“Tapi pada bagian keempat tentang pemasangan alat peraga kampanye di muka umum, berupa reklame, spanduk dan lainnya tidak diatur ukuran dan maksimal harganya,” kata Yusfitriadi dalam acara diskusi media di kantor LS Vinus, Cibinong, Kabuaten Bogor pada Rabu, 23 Agustus 2023.
Begitu juga dalam aturan iklan kampanye pemilu. Menurut Yusfitriadi, tidak ada poin yang mengatur harga maksimal pemasangan iklan.
Sementara, pada bagian kesembilan yang mengatur kegiatan lainnya dalam kampanye memperbolehkan kegiatan bazar dan bakti sosial.
Dalam aturan ini, KPU mencoret aturan pembagian doorprize yang sebelumnya dalam PKPU tidak diperbolehkan.
Selain itu, pada bab Kesepuluh tentang sosialisasi dan pendidikan pemilih, terutama pada pasal 79.
Sebab, hal ini tidak diatur dalam UU, sosialisasi juga tidak diatur dalam undang-undang No. 7 tahun 2017.
“Di dalam istilah hukum dikenal dengan istilah freedom of contract. Dalam pemahaman saya kira-kira boleh memasukan ke dalam peraturan selama menjadi kesepakatan parapihak, sebagai turunan dari undang-undang,” terang Yusfitriadi.
Jadi, lanjut Yusfitriadi, PKPU Nomor 15 Tahun 2023 ini tidak jelas. Anehnya, aturan ini tidak menjelaskan soal sanksi bagi peserta yang melanggar.
“Pada pasal 79 ini banyak larangan-larangan, namun tidak ada sanksi,” ucap Yusfitriadi.
Walaupun, lanjut Yusfitriadi, pada PKPU ini secara keseluruhan tidak memuat sanksi-sanksi, karena alasan KPU bahwa sanksi sudah tertulis di Undang-Undang.
Tetapi, khusus pada pasal 79 ini, tidak ada di Undang-Undang, sehingga jelas tidak ada sanksinya.
Sehingga, Yusfitriadi berkesimpulan bahwa PKPU Nomor 15 Tahun 2023 ini jelas hanya untuk menjembatani kepentingan partai politik (parpol).
Sehingga apapun yang dilakukan oleh partai politik tidak ada yang melanggar dan diperbolehkan.
Hal Ini pun mengancam kemandirian KPU sebagai penyelenggara pemilu yang berintegritas, madiri dan professional.
Yusfitriadi juga mengkritisi keberadaan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang menurutnya tidak bekerja sesuai aturan.
Yusfitridi mencontohkan pada pasal 79 Sosialisasi dan pendidikan politik.
Dalam pasal ini, sosialisasi hanya untuk internal partai dan kegiatannya hanya dibatasi dua, yakni pemasangan bendera dan pertemuan terbatas.
“Namun faktanya tidak demikian dan bawaslu tidak memberikan treatment apapun,” tegas Yusfitriadi.
Hal senada dikatakan praktisi hukum Alif Widada. Menurut dia, PKPU Nomor 15 Tahun 2023 ini sangat ugal-ugalan.
“Larangan ada, tapi sanksinya tidak ada. Ini jelas sangat ambil,” pungkas Alif Widada.