Jakarta, Visinews.net – Sidang kedua yang dilaksanakan di Mahkamah Konstitusi pada hari, Senin, 20 Januari 2024, dengan agenda Jawaban Termohon (KPU Kota Banjarbaru), Pihak terkait dan Bawaslu, Tim Hukum Hanyar (Haram Manyarah) Hadir secara Luring di Gedung MKRI 1 Lantai 2 dan Secara Daring melalui Zoom yang disediakan oleh Mahkamah Konstitusi. Kedua Perkara tersebut telah teregister dengan perkara Nomor 05 PHPU.WAKO-XXIII/2025 dan perkara Nomor 06 PHPU.WAKO-XXIII/2025. Kedua perkara ini akan dipimpin oleh Hakim Mahkamah Konstitusi Panel III terdiri atas Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H., M.S. (Ketua Panel), Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum dan Prof. Dr. Anwar Usman, S.H., M.H.
Tim Hukum Banjarbaru Hanyar (HARAM MANYARAH) sebagai kuasa hukum Pihak Pemohon
Tim Hukum yang terdiri dari Prof. Denny Indrayana, S.H., LLM., Ph.D., Dr. Muhamad Pazri, S. H., M. H. (sebagai ketua Tim Banjarbaru Hanyar), Muhammad Maulidin Afdie,S.H.,M.H.,Kisworo Dwi Cahyono, S. P., S. H. ,Dr Abdul Karim (Pemohon Warga Banjarbaru) hadir secara daring melalui Zoom dan Tim Hukum dan Pemohon hadir secara langsung di Mahkamah Konstitusi yakni Kuasa Hukum Harimuddin,S.H, Kharis Maulana Riatno,SH.,Prof Udiansyah, Muhamad Arifin ( Pemohon Pemantau).
Dalam sidang jawaban Termohon (KPU Kota Banjarbaru) , Pihak terkait dan Bawaslu tidak berdasar dan tidak logis menjawab semua dalil-dalil kami Pemohon.
Legal Standing Pemantau
Pasal 4 ayat (1) huruf d PMK 3/2024, telah menggariskan, bahwa “dalam hal hanya terdapat satu pasangan calon”, maka pemantau pemilihan berhak menjadi pemohon dalam perkara Perselisihan
Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHPKada).
Sebagaimana diketahui, Pemohon merupakan Pemantau Pemilihan Tahun 2024 dengan Surat Nomor: 004/PemantauPilkada/KPU KALSEL/XI/2024 yang diterbitkan oleh KPU Provinsi Kalimantan Selatan. Sebagai informasi, Pemohon (Lembaga Studi Visi Nusantara Kalimantan Selatan) merupakan lembaga yang dibentuk dan berada di bawah naungan Yayasan Visi Nusantara Maju berdasarkan Surat Keputusan Ketua Yayasan Visi Nusantara Maju Nomor: 108.C/SK.YVinus/09/2023.
Sebagai pemantau pemilihan tingkat provinsi yang mengawasi jalannya pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Pemohon juga dapat melakukan pemantauan pemilihan tingkat daerah, dalam hal ini pemilihan Walikota dan Wakil Walikota serta pemilihan Bupati dan Wakil Bupati. Mengingat telah terjadi dugaan pelanggaran konstitusional serius yang dilakukan oleh Termohon.
Dalam kasus ini KPU Kota Banjarbaru dengan menghilangkan hak pilih warga dalam Pemilukada Kota Banjarbaru, maka sudah menjadi tanggung jawab moral bagi Pemohon untuk turut serta memperjuangkan hak-hak warga Kota Banjarbaru melalui perselisihan hasil di Mahkamah Konstitusi, sebagaimana Pemohon jabarkan dalam bagian Pokok Permohonan.
Dengan berbekal fakta konkret berupa tingginya suara tidak sah dalam Pemilukada Kota Banjarbaru akibat perbuatan Termohon, maka Pemohon terpanggil untuk menguji hasil Pemilukada Kota Banjarbaru di Mahkamah Konstitusi. Bahkan, sebelum ada Permohonan ini, sejumlah masyarakat
telah melaporkan proses Pemilukada Kota Banjarbaru ke Bawaslu Republik Indonesia.
Karena analoginya Pemantau Provinsi Kalsel yang terakreditasi juga bisa melapor temuan Pileg dan Pilkada masalah-masalah di daerah, seperti halnya Bawaslu Provinsi Kalsel bisa tidak tindaklanjuti dan ambil alih serta mengeluarkan rekomendasi diskualifikasi paslon padal liniernya kewenangan Bawaslu Kota Banjarbaru.
Dan untuk Legal Standing Masyakat sebagai Pemohon juga sangat kuat.
Para Pemohon merupakan Warga Negara Indonesia berdomisili di Kota Banjarbaru Provinsi Kalimantan Selatan, yang merupakan orang perseorangan yang memiliki hak pilih pada Pemilukada Kota Banjarbaru.
Meskipun orang perseorangan tidak dituangkan dalam Pasal 4 PMK 3/2024, namun dalam praktik dan putusannya, Mahkamah Konstitusi kerap mengenyampingkan aspek formil, khususnya berkaitan dengan legal standing dengan alasan bahwa jika dalam faktanya secara nyata terdapat pelanggaran terhadap hak-hak warga negara, khususnya hak untuk memilih (the right to vote) dan hak untuk dipilih (the right to be candidate) sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau adanya fakta bahwa terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu dengan tidak melaksanakan ketentuan yang disyaratkan oleh undang-undang. Adapun sejumlah putusan Mahkamah mengenai legal standing, sebagai berikut:
-Putusan MK 03-03/PHPU.DPD-XXII/2024 [Bukti P-7]
“…. dalam memutus perselisihan hasil pemilihan umum termasuk perkara a quo Mahkamah harus menjunjung tinggi dan tunduk pada prinsip-prinsip konsititusi yang menjadi landasan hukum dan konstitusional penyelesaian perselisihan hasil pemilihan umum” (vide hlm. 121).
“Terhadap setiap perkara yang diperiksa dan diadili Mahkamah, Mahkamah harus mencermati karakteristik setiap perkara termasuk bila terdapat kondisi spesifik yang belum diakomodir dalam peraturan perundang-udangan yang berlaku baik berkenaan dengan syarat formil maupun aspek-aspek substansial yang menjadi pokok persoalan dalam perkara yang diperiksa dan diadili Mahkamah…”(vide hlm. 122).“…oleh karena dalam perkara a quo terdapat kondisi yang bersifat spesifik berupa tidak ditetapkannya Pemohon sebagai calon tetap anggota Dewan Perwakilan Daerah dalam Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Daerah Tahun 2024 Provinsi Sumatera Barat, terlebih telah nyata terdapat 129 persoalan yang diuraikan oleh Pemohon terkait statusnya sebagai calon anggota DPD yang ditetapkan oleh Termohon dari sebelumnya Memenuhi Syarat menjadi Tidak Memenuhi Syarat sehingga tidak ditetapkan dalam DCT, meskipun terdapat putusan pengadilan yang berkenaan dengan hal tersebut, sehingga menurut Mahkamah dapat menimbulkan persoalan yang berkaitan dengan (memengaruhi) hasil pemilu.” (vide hlm. 128-129).
- Putusan MK Nomor 115/PHPU.D-VIII/2010 [Bukti P-8]
- Putusan MK Nomor 125/PHPU.D-IX/2011 [Bukti P-9]
- Putusan Nomor 196-197-198/PHPU.D-VIII/2010 [Bukti P-10]
- Putusan 218-219-220-221/PHPU.D-VIII/2010 [Bukti P-11]
Berdasarkan sejumlah putusan MK tersebut, maka Para Pemohon terbukti memiliki legal standing, karena hak fundamental konstitusionalnya berupa hak untuk memilih (right to vote) telah dilanggar oleh Termohon dengan tindakannya yang tidak menyediakan kolom kosong pada surat suara Pemilukada Kota Banjarbaru, dan memberlakukan aturan calon tunggal dalam Pemilukada Kota Banjarbaru. Sehingga tindakan Termohon secara langsung ataupun tidak langsung melanggar hak memilih Para Pemohon yang menimbulkan kerugian atas hak pilih. Karenanya, berdasarkan adagium asas point d’interet point d’action yang berarti bahwa barang siapa mempunyai kepentingan dapat mengajukan tuntutan hak atau gugatan, maka mohon Mahkamah memberikan kedudukan hukum (legal standing) kepada Para Pemohon sebagai pemilih dalam perkara a quo.
Sebagai bukti mengapa Para Pemohon patut untuk diberikan kedudukan hukum (legal standing) dalam perkara a quo dapat dibuktikan dengan adanya laporan dari masyarakat atas nama Hairansyah ke Bawaslu RI atas kerugian konstitusional yang dialaminya akibat tindakan Termohon yang mendiskualifikasi salah satu paslon dan tidak memberikan opsi kolom kosong pada Pemilukada Kota Banjarbaru [Bukti P-12] [Bukti P-13]
Bahwa berdasarkan uraian di atas, mengingat Mahkamah Konstitusi dapat mengenyampingkan ketentuan formil terkait legal standing sepanjang telah terjadi pelanggaran konstitusional dalam proses pemilihan in casu Pilkada. Banjarbaru, serta Para Pemohon secara faktual adalah pemilih Pemilukada Kota Banjarbaru, maka Para Pemohon sangat layak memiliki kedudukan hukum dalam Permohonan a quo.
Tidak Sempat Mencetak Surat Suara
Jika Termohon dan KPU RI berdalih “tidak sempat lagi mencetak surat suara kolom kosong karena saat Paslon Nomor 2 didiskualifikasi, kurang dari 1 (satu) bulan menuju hari pemungutan suara (27 November 2024)”, maka Termohon mengorbankan hak puluhan ribu pemilih dalam Pemilukada Kota Banjarbaru, untuk sekadar alasan teknis administratif.
Sepanjang pengetahuan Para Pemohon, ketentuan tentang batas waktu cetak surat suara tidak diatur secara spesifik dalam peraturan perundang-undangan berikut:
UU Pemilukada, Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 12 Tahun 2024 tentang Perlengkapan Pemungutan Suara, Dukungan Perlengkapan Lainnya, dan Perlengkapan Pemungutan Suara Lainnya dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota (PKPU 12/2024); dan
Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 1369 Tahun 2024 tentang Standar Kebutuhan, Bentuk, Ukuran, dan Spesifikasi Teknis Perlengkapan Pemungutan Suara, Dukungan Perlengkapan Lainnya, dan Perlengkapan Pemungutan Suara Lainnya dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota (Keputusan KPU 1369/2024).
Artinya, jika batas waktu pencetakan surat suara tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, maka Termohon tidak dapat menggunakan alasan “pembenaran” berupa “tidak sempat mencetak” untuk menyimpangi mekanisme pemilihan calon tunggal melawan kolom kosong pada Pemilukada Kota Banjarbaru.
Kalaupun tidak sempat mencetak suara, sudah menjadi kewajiban Termohon untuk mencari cara dan jalan keluar agar suara suara-suara para pemilih tidak terbuang begitu saja dengan menjadi tidak sah. Cara dan jalan keluar yang paling memungkinkan adalah suara-suara tidak sah akibat memilih Paslon Nomor 2 dianggap sebagai suara dari kolom kosong, sebagaimana aturan terkait pemilihan dengan calon tunggal melawan kolom kosong.
Yang pelu kita ceramati juga sangat antusias Mahkamah dalam bertanya, kata Prof Enny, sosialiasi hanya 3 hari,diumumkan pada saat pemilihan, dasarnya apa? Ketentuan mana dasarnya?
Kata Ketua KPU Kalsel terjadi kekosongan Hukum Pilkda Banjarbaru.
Kata Prof Arief dipaksa seolah memilih apa jadinya?.
Mengigat kondisi Pilkada Banjarbaru,keadaan yang luar bisa, yang sangat pelik, masalah yang rumit, kompleks, sampai dengan Termohon justru tetap mencantumkan foto, gambar, dan nomor urut Paslon terdiskualifikasi pada surat suara, yang mana bila surat suara tersebut dicoblos, maka dikonversi sebagai suara tidak sah. Akibatnya, suara pemilih yang mencoblos paslon terdiskualifikasi, kehilangan hak memilih (right to vote).
Sehingga kami sangat optimis,semua Para Pemohon masuk legal standing dan ketentuan formilnya di kesampingkan oleh Mahkamah serta masuk pembuktian dan putusan kedepan di Kalbulkan.
Karena sangat jelas alasan mengapa Pemohon mengajukan Permohonan pembatalan atas Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kota Banjarbaru Nomor 191 Tahun 2024 tentang Penetapan Perolehan Suara Hasil Pemilihan Calon Walikota dan Wakil Walikota Banjarbaru Tahun 2024, dikarenakan sangat nyatanya dugaan pelanggaran yang terjadi, yang jelas-jelas mempengaruhi hasil perolehan suara.
Mengingat KPU Kota Banjarbaru diduga tidak melaksanakan tugas dengan profesional, maka penyelenggaraan Pemilukada Kota Banjarbaru Ulang pada tahun berikutnya atau pemilihan ulang Walikota dan Wakil Walikota Banjarbaru yang pelaksanaannya harus diambil alih oleh KPU RI.
Tim Banjarabru Haram Manyarah