Bogor, Visinews.net – Yayasan Visi Nusantara Maju gelar diskusi online yang produktif dengan tema “Pendidikan dan Adaptasi Kebiasaan Baru” pada Rabu siang (8/7).
Diskusi ini dipandu oleh Asep Saepudin (Sekretaris PKG-P3A) dan Heny Rustiani (Praktisi Pendidikan dan Pengamat Anak).
Keadaan saat ini memang bukan hanya menjadi kekhawatiran para orang tua siswa saja. Tapi juga menjadi permasalahan serius bagi para penyelenggara Pendidikan.
Ketua yayasan Visi Nusantara Maju, Yusfitriadi biasa disapa Kang Yoes menyampaikan bahwa belum adanya kejelasan tata kelola pendidikan di tengah Pandemi Covid-19.
“Tidak adanya instrumen pembelajaran di rumah yang jelas yang bisa dijadikan acuan baik oleh pendidik maupun peserta didik dan orang tua,” tuturnya.
Kang Yoes berpendapat, begitu pun dengan proses adaptasi menuju kenormalan baru yang diistilahkan oleh Pemprov Jabar dengan nama Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) yang minim riset.
“Seberapa efektif pembelajaran daring di tengah Covid-19? Di Kabupaten Bogor tidak ada riset yang dirilis baik oleh Dinas Pendidikan maupun oleh Kementerian Agama,” kata beliau.
Kang Yoes juga mempertanyakan, sejauh mana peran Komisi IV DPRD Kabupaten Bogor dalam melakukan pengawasan? Jangan-jangan hal ini pun ikut luput juga dari perhatian dewan?.
Lebih lanjut, Kang Yoes menyoal tentang bagaimana skema tata kelola pendidikan pasca Covid-19 dalam menjaga nilai dan mempertahankan prestasi siswa ke depannya.
“Jangan sampai prestasi siswa anjlok karena kelalaian pihak penyelenggara pendidikan dan pemangku kebijakan,” pungkasnya.
Kang Yoes menyebutkan hal ini pun harus menjadi perhatian dan prioritas utama juga.
Menanggapi permasalahan tersebut, pihak Kementerian Agama Kabupaten Bogor yang dalam hal ini diwakili oleh Kasi Pendidikan Madrasah H. Ujang Ruhiat menyampaikan bahwa Kementerian Agama sebagai Lembaga Vertikal pun akan menyesuaikan dengan kebijakan Pemerintah Daerah dalam hal protokoler dan panduan penyelenggaraan pendidikan di tengah Covid-19.
“Madrasah di Kabupaten Bogor sebanyak 1535 lembaga mulai dari RA, MI, MTs, sampai MA negeri dan swasta permasalahannya sangat komplek dan beragam,” tutur H. Ujang Ruhiyat.
H. Ujang Ruhiyat menyampaikan, ada empat hal yang sudah dipersiapkan dalam menyiasati pembelajaran Tahun Ajaran Baru 2020/2021.
Pertama, tata kelola pendidikan di masa pandemi sudah selesai dirumuskan. Kedua, Penerimaan Peserta Didik Baru dilakukan secara online maupun offline. Ketiga, Ketentuan Masa Ta’aruf Masdarasah. Dan keempat, Kurikulum Darurat Masa Pandemi.
Lebih lanjut, beliau menambahkan, ada beberapa kebijakan dalam penggunaan dana BOS madrasah dalam menjawab kegelisahan guru di masa pandemi, yaitu dibolehkannya dana BOS dipergunakan untuk membayar pembiayaan guru honorer. Namun ini pun menjadi permasalahan lagi, karena jangankan untuk pembiayaan, untuk membayar honor pokok guru saja pas-pasan bahkan sangat minim. Mengingat lembaga swasta yang mayoritasnya guru honorer semua. Mungkin akan berbeda jika dibandingkan dengan madrasah negeri maupun madrasah swasta yang berada di perkotaan.
Sementara itu, Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor yang pada kesempatan ini diwakili oleh Roni Kusmaya yang menjabat sebagai Kasi Kurikulum SMP, mengakui bahwa pembelajaran daring di masa Pandemi Covid-19 tidak efektif. Karena mengingat berbagai faktor penghambat yang sangat rumit yang dihadapi saat ini.
Beliau memaparkan ada 1844 SD dan 718 SMP negeri dan swasta.
Berdasarkan kalender pendidikan, bahwa jadwal masuk sekolah terhitung mulai tanggal 13 Juli 2020 dengan terlebih dahulu menyusun Kurikulum Pendidikan di masa Pandemi Covid-19 yang telah disesuaikan yang bekerja sama dengan PGRI, BMPS dan Kakemenag Kabupaten Bogor.
Saat ini, Kepala Dinas Pendidkan Kabupaten Bogor dengan menggandeng Dinas Kesehatan dan Kemenag sedang meyusun instrumen rencana aksi yang akan segera diedarkan ke sekolah-sekolah.
Roni juga menjelaskan bahwa kesehatan guru dan siswa menjadi prioritas dalam penyelenggaraan pembelajaran. Sehingga program pembelajaran jarak jauh merupakan salah satu upaya dalam meminimalisir penularan Covid-19 di lingkungan pendidikan.
“Untuk itu perlu adanya pedoman yang terancang secara sistematis yang tentunya juga ditunjang dengan sarana-prasarana dan SDM yang yang kuat,” pungkasnya.
Roni juga mengatakan, masa pengenalan lingkungan sekolah yang dikurangi durasi waktunya yang bisa dilaksanakan secara daring maupun tatap muka melalui penayangan vidio dokumenter sekolah yang itupun hanya boleh dihadiri maksimal 50% jumlah siswa per kelasnya.
Dari sudut pandang yang lain, anggota Dewan Pendidikan Kabupaten Bogor yang juga sekarang menjabat sebagai Komisioner KPU, Asep Saeful Hidayat menyampaikan bahwa sangat penting adanya insentif khusus guru honorer yang terdampak di masa pandemi ini. Dalam hal ini tentunya pemerintah sebagai pembuat kebijahan harus lebih peka terhadap nasib guru honorer yang keberadaannya sangat berperan besar dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Sementara dari masing-masing lembaga sekolah selalu berbeda-beda dalam kebijakan penghonorannya. Ada yang menggunakan jam mati, yang artinya ngajar atau tidak, libur atau tidak, tetap dihonor penuh. Ada juga yang menggunakan jam hidup atau istilah lainnya jam berdiri, yang artinya, jika masuk dibayar dan jika tidak masuk berarti tidak ada honor. Tentu hal ini sangat dilematis di masa pandemi seperti sekarang ini.
“Jal ini luput dari perhatian pemerintah. Jangankan insentif, tunjangan sertifikasi dan inpassing juga yang sudah menjadi kewajiban pemerintah sudah sering ditunggak dan tidak dibayarkan tiap bulan sekali seperti halnya guru negeri yang selalu lancar dibayar tiap awal bulan,” tandasnya.
Asep berpendapat, terdapat empat permasalahan serius yang harus disikapi secara serius pula di masa ini.
Pertama, ada ketakutan dan kecemasan yang dirasakan baik oleh orang tua maupun penyelenggara pendidikan. Kedua, adanya ketidakpastian nasib yang dirasakan oleh guru honorer. Ketiga, terdapat banyak keterbatasan yang dihadapi dan menjadi problem semua pihak, baik sekolah dan guru maupun orang tua dan siswa. Dan yang keempat, adanya kejenuhan yang dirasakan siswa, orang tua dan guru. Fakto-faktor permasalahan tersebut tentu menambah panjang dan lengkap kompleknya permasalahan di dunia pendidikan saat ini.
Menurut Asep Saeful Hidayat, pendidikan di masa pandemi ini tidak berjalan efektif berdasarkan keempat faktor tersebut. Maka nasib pendidikan pun terancam lumpuh jika permasalahan itu tidak segera diatasi secara seksama.
Sementara itu Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Bogor, Ridwan Muhibi menyampaikan berdasarkan hasil kunjungan turun ke lapangan dalam rangka reses, masih banyak didapati gedung sekolah dan sarana penunjang pendidikan yang sangat memprihatinkan dan masih belum bisa mencerminkan pendidikan yang ideal. Apalagi di masa pandemi ini semakin memperburuk proses KBM karena sarana penunjangnya tidak memadai, belum lagi banyak proses pembangunan yang terhambat akinat Covid-19.
Sehingga menurut Kang Bibih, sapaan akrab beliau, akan sulit mengejar target tiga tahun tuntas pembenahan sarpras pendidikan. Dan tidak jarang, pada saat reses ke bawah, para Kordik dan pengawas sekolah/madrasah tidak hadir, sehingga sulit untuk mengkomunikasikan dalam menyerap aspirasi masalah pendidikan.
Di sisi lain, Peneliti Senior Lembaga Studi Visi Nusantara, Arsyad mengemukakan terdapat dua faktor yang wajib jadi perhatian serius dalam penyelenggaraan pendidikan di masa Covid-19 ini.
Pertama, Faktor Kesehatan guru dan siswa beserta perangkat belajar lainnya yang harus steril. Kedua adalah faktor proses pembelajaran yang harus yang sistemis dan efisien.
Sehingga perlu adanya rumusan strategis sesuai protokoler kesehatan di lembaga pendidikan. Terakhir beliau mengungkapkan, sangat penting adanya riset sebagai gambaran dan pemetaan daerah mana saja yang memadai jaringan dan daerah mana yang rendah jaringan internetnya.
“Pemerintah dapat segera mengambil langkah praktis dan strategis dalam upaya pemerataan dan terpenuhinya keadilan pendidikan,” tutur Arsyad.