Oleh: Nugi Nugraha Al Mu’min

 

Kita sudah memasuki Tahun yang baru.  Beberapa elemen masyarakat merayakannya dengan kegembiraan dan suka-cita. Tidak sedikit juga yang merayakannya dengan berpoya-poya demi meraih kesenangan pribadinya. Tapi berbeda dengan masyarakat Kabupaten Bogor wilayah Barat (Cigudeg, Nanggung, Sukajaya, dan Jasinga). Kegembiraan tahun baru tidak menghampiri mereka. Bencana banjir dan longsor sudah menghantam tempat tinggal yang sudah sejak lama menjadi tempat bernaung setiap harinya.

Berita ini mengingatkan kita dalam melihat rekam jejak sejak 2 tahun ke belakang. Rentetan bencana alam yang datang terus terjadi. Gempa bumi di Palu, Donggala dan Lombok, juga tsunami yang diakibatkan letusan anak gunung krakatau di Banten tentu mengukir duka yang sangat mendalam. Akibat terjadinya bencana tersebut, banyak korban jiwa yang berjatuhan. Sama halnya dengan becana yang saat ini sedang dialami oleh para korban di Kecamatan Sukajaya, Nanggung, Cigudeg, dan Jasinga. Saat kejadian banjir dan longsor, para korban tidak lagi memikirkan untuk menyelamatkan harta benda. Hanya nyawalah yang menjadi titik fokus untuk diselamatkan saat itu.

Bencana di awal tahun 2020 ini merupakan bencana yang cukup menjadi perhatian dan headline di berbagai media. Pertanggal 1 Januari hingga saat ini, para relawan yang berdonasi masih ramai berdatangan bahkan ada yang sampai menginap hingga berhari-hari demi membantu menyalurkan donasi untuk para korban bencana.

Dari informasi yang beredar, berasal dari kawan saya sendir yang berdomisili di Kecamatan Sukajaya, masih ada beberapa desa yang terisolir seperti Desa Cileuksa dan Desa Pasir Madang. Hal itu, menyebabkan terkendalanya suplai logistik ke para pengungsi di desa tersebut. Para korban harus menahan lapar sampai 3 hari lamanya karena kekurangan makanan pokok.

Maka menanggapi peristiwa ini, dibutuhkan suatu langkah agar kita bisa mengurangi dampak bencana yakni menumbuhkan kesadaran dalam merespon bencana. Kenapa seperti itu? ya, karena jika kita lihat secara letak wilayah, Indonesia merupakan wilayah yang rawan bencana karena memiliki banyak pegunungan/bukit, dan laut. Tidak berbeda jauh dengan daerah Kabupaten Bogor khususnya di wilayah Barat yang terdapat banyak pemukiman yang berada di pegunungan dan pinggiran sungai. Hal ini membuat pemukiman tersebut rawan terkenan bencana.

Kesadaran dalam menanggapi bencana ini bisa kita tanamkan sejak dini kepada masyarakat seperti tidak membangun pemukiman di wilayah yang rawan longsor, tidak melakukan penebangan hutan secara ilegal, tidak mempersempit/mengurangi saluran air, dan tidak membuang sampah ke sungai. Dari hal-hal itu ada beberapa yang mungkin dianggap sepele, namun bisa berdampak besar seperti membuang sampah ke sungai yang dapat menyebabkan banjir misalnya.

Kesadaran dalam merespon bencana sangat begitu penting, karena masyarakat bisa saja menjadi subjek juga bisa menjadi objek dari peristiwa bencana. Kenapa demikian? Seperti halnya bencana banjir yang disebabkan oleh padatnya gedung-gedung/pemukiman yang mempersempit saluran air/sungai, ditambah lagi masyarakat yang membuang sampai ke sungai. Maka, hal itu bisa menjadikan masyarakat sebagai subjek dari peristiwa banjir. Masyarakat juga bisa menjadi objek, yak karena masyarakat merasakan secara langsung dampak dari bencana tersebut.

Bencana datang bisa dengan tiba-tiba. Dan kita sebagai masyarakat yang peduli terhadap bencana harus mampu meminimalisir dampak dari kejadian bencana terkhusus yang memakan korban jiwa.

Dapat kita tarik poin penting dari penjelasan di atas bahwa kita sebagai masyarakat, harus bisa menjaga kelestarian lingkungan dan memperdalam pengetahuan tentang bagaimana menanggulangi sebuah bencana. Agar tidak terjadi lagi bencana yang memakan banyak korban. Walaupun bencana tidak bisa kita hentikan, namun bisa kita reduksi dampaknya terhadap masyarakat. Mari kita mulai lakukan upaya-upaya pengurangan dampak dari terjadinya bencana, aksi tanggap darurat, dan aksi rehabilitasi pasca terjadi bencana.

 759 total views,  3 views today