Oleh:
Iqbal Muhajirin
(Kabid. Lingkungan Hidup DPD IMM Jawa Barat)
Saat ini masalah lingkungan cukup sering diperbincangkan. Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa lapisan ozon kini semakin menipis. Dengan terus menipisnya lapisan itu, sangat dikhawatirkan bila lapisan ini tidak ada atau menghilang sama sekali dari alam semesta ini.
Tanpa lapisan ozon sangat banyak akibat negatif yang akan menimpa makhluk hidup di muka bumi ini, antara lain: penyakit-penyakit akan menyebar secara menjadi-jadi, cuaca tidak menentu, pemanasan global, bahkan hilangnya suatu daerah karena akan mencairnya es yang ada di kutub Utara dan Selatan. Jagat raya hanya tinggal menunggu masa kehancurannya saja.
Pembatasan sosial berskala Besar membantu Pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi. Tujuan PSBB yaitu mencegah meluasnya penyebaran penyakit kedaruratan kesehatan masyarakat (KKM) yang sedang terjadi antar orang di suatu wilayah tertentu.
Dengan adanya pembatasan sosial bersekala besar ada dampak positifnya, Jumlah emisi dan polusi di kota-kota besar berkurang karena diterapkannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tapi ancaman pencemaran tidak langsung hilang.
Pandemi COVID-19 di satu sisi memberikan berkah turunnya emisi gas buang yang menghambat perubahan iklim. Namun di sisi lain, ada ancaman berupa sampah atau limbah dari aktivitas manusia terhadap virus ini.
Kehadiran limbah yang menimbulkan dampak negatif bagi manusia maupun lingkungan, maka perlu dilakukan penanganan terhadap limbah tersebut. Agar peristiwa serupa tidak terulang di belahan Indonesia lainnya, rasanya, masyarakat perlu mendapatkan edukasi tentang pengelolaan limbah medis yang benar. Limbah medis bisa jadi merupakan bekas dari suatu penyakit. Kalau tidak diolah dengan baik, nanti bisa ditemukan orang-orang yang tidak tahu.
Limbah medis sendiri tergolong sebagai bahan berbahaya dan beracun alias B3. Jarum suntik, masker, maupun sarung tangan memiliki catatan yang tidak higienis setelah dipakai. Sangat mungkin benda-benda tersebut menjadi sarang penyakit yang bisa menular dan membahayakan jika tidak diolah dengan benar.
Namun, apakah penggunaan alat medis dibarengi dengan pengelolaan limbah medis yang baik dan benar?
Berdasarkan dengan PP No. 18/1999 dan PP No. 85/1999 “Pengelolaan Limbah B3” Pengertian limbah adalah “sisa suatu usaha atau kegiatan”. Sedangkan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, disingkat Limbah B3 adalah “sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan beracun yang karena sifat konsentrasinya dan jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan merusakkan lingkungan hidup, dan dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain”.
Sedangkan definisi limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah “setiap bahan sisa (limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat (toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia”.
Secara langsung PP No. 18 tahun 1999 Pasal 3 “Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang menghasilkan limbah B3 dilarang membuang limbah B3 yang dihasilkannya itu secara langsung ke dalam media lingkungan hidup, tanpa pengolahan terlebih dahulu.” dan Pasal 4 juga menjelaskan Setiap orang atau badan usaha yang melakukan kegiatan penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan penimbunan limbah B3 dilarang melakukan pengenceran untuk maksud menurunkan konsentrasi zat racun dan bahaya limbah B3.
Orang-orang yang memiliki risiko tinggi tercemar limbah medis tentu saja petugas kesehatan, pasien, petugas pengumpulan dan pembuangan limbah, serta lingkungan sekitar. Limbah medis dapat menimbulkan bahaya jika dikelola secara tidak benar. Lalu mengapa limbah medis perlu dikelola dengan cara yang benar? Berikut ini beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengelola limbah medis dengan cara yang tepat seperti dirilis dari Medical Waste.
- Sampah umum seperti tisu, kapas dan bahan yang tidak terkena limbah infeksius digabung dengan sampah biasa untuk dibuang.
- Benda tajam harus digabung, terlepas apakah terkontaminasi atau tidak, dan harus dimasukkan ke wadah anti bocor (biasanya terbuat dari logam atau plastik berkepadatan tinggi dan tidak tembus)
- Kantung dan wadah untuk limbah infeksius harus ditandai dengan lambang atau tulisan zat infeksius.
- Limbah yang sangat menular jika memungkinkan, segera disterilkan dengan autoklaf. Autoklaf adalah alat pemanas tertutup yang digunakan untuk mensterilisasi suatu benda menggunakan uap bersuhu dan bertekanan tinggi (1210C, 15 lbs) selama kurang lebih 15 menit.
- Limbah sitotoksik, sebagian besar diproduksi di rumah sakit besar atau fasilitas penelitian, harus dikumpulkan dalam wadah yang kuat dan anti bocor dengan jelas diberi label “Limbah sitotoksik”. Sejumlah kecil limbah kimia atau farmasi dapat dikumpulkan bersama dengan limbah infeksius.
- Sejumlah besar obat-obatan kedaluwarsa atau kedaluwarsa yang disimpan di bangsal atau departemen rumah sakit harus dikembalikan ke apotek pembuangan.
- Limbah kimia dalam jumlah besar harus dikemas dalam wadah tahan bahan kimia dan dikirim ke fasilitas pengolahan khusus (jika tersedia).
- Limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi (misalnya kadmium atau merkuri) harus dikumpulkan secara terpisah.
- Wadah aerosol dapat dikumpulkan dengan limbah layanan kesehatan umum.
- Limbah infeksius radioaktif tingkat rendah Apusan, jarum suntik untuk penggunaan diagnostik atau terapeutik) dapat dikumpulkan dalam kantong atau wadah kuning untuk limbah infeksius jika ini ditujukan untuk pembakaran.