Oleh: Asep Saepudin
(Sekretaris PKG-P3A, Kabid. Dakwah & Kajian Keagamaan PWPM Jawa Barat)
Istilah bullying mungkin bukanlah hal yang asing bagi kalangan masyarakat yang melek digital di era global saat ini. Tapi tidak menutup kemungkinan bagi masyarakat awan yang mereka tahu bahwa suatu ketika anaknya pernah diejek oleh sebagian kawannya di sekolah dan mereka beranggapan hal tersebut merupakan perkara yang lumrah, sehingga tidak begitu ditanggapi secara serius. Nah, padahal itu lah yang termasuk kategori bullying yang tidak boleh dianggap sepele, yang bisa berakibat patal pada tumbuh kembang anaknya di kemudian hari. Bullying adalah tindakan di mana satu orang atau lebih mencoba untuk menyakiti atau mengontrol orang lain dengan cara kekerasan. Ada banyak jenis bullying baik dalam perbuatan fisik maupun verbal. Menyakiti dalam bentuk fisik, seperti memukul, menendang, mendorong dan sebagainya. Ada juga dalam bentuk verbal adalah menghina, membentak dan menggunakan kata-kata kasar.
Kini, di era digital bentuk bullying pun beradaptasi sesuai dengan perkembangan zaman. Bullying dalam bentuk sosial seperti mengucilkan dan mengabaikan orang tidak lagi harus bertemu fisik. Di zaman yang serba teknologi ini bullying pun bisa melalui gadget, dan media sosial yang disebut Cyberbullying. Bentuk perilaku bullying ini memanfaatkan perangkat komunikasi digital dan koneksi internet. Cyberbullying yaitu salah satu metode bullying baru yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti handphone, video camera, e-mail, dan web yang dapat memposting atau mengirim pesan-pesan yang mengganggu, mengancam dan mempermalukan yang dimaksudkan untuk menyakiti orang lain. Price dan Dalgliesh (dalam O’Brien, 2012) mengatakan cyberbullying adalah label kolektif yang digunakan untuk mendefinisikan bentuk-bentuk bullying yang terjadi dengan menggunakan sarana elektronik seperti internet dan ponsel untuk menyalurkan perilaku agresif dan secara sengaja menyakiti seseorang.
Cyberbullying dapat berbentuk flaming, harassment (pelecehan), denigration, impersonant on (penyamaran), cuting dan trickery, exclusion (pengucilan) dan cyberstalking (Willard, 2007). Flaming adalah percakapan singkat yang memanas antara dua orang atau lebih. Flaming utamanya menggunakan bahasa yang kasar, tidak sopan, vulgar, penghinaan dan kadang-kadang ancaman. Harassment (pelecehan). Harassment adalah pelecehan yang dilakukan secara berulang-ulang untuk mengirim pesan yang menghina individu yang dijadikan sebagai target. Denigration/pencemaran nama baik adalah pembicaraan tentang target yang membahayakan, berisi tentang kebohongan dan kejam. Outing dan Tricker adalah memposting atau mengirim dan meneruskan komunikasi atau gambar pribadi yang mengandung informasi pribadi yang ditujukan untuk mempermalukan targetnya. Exclusion terkait dengan memfitnah anggota dalam kelompok dan mengusir individu dari suatu kelompok seperti terjadi dalam game online. Cyberstalking adalah pengiriman pesan berbahaya yang dilakukan berulang-ulang, meliputi ancaman yang membahayakan, menakutkan, menyinggung atau melibatkan pemerasan.
Yang paling miris dan menyayat hati adalah tindakan bullying yang masih terjadi di lingkungan pendidikan. Padahal seharusnya dunia pendidikan adalah lingkungan yang paling steril dari perbuatan tersebut. Karena sekolah merupakan lingkungan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga. Bukan hanya pendidikan kognitif saja yang ditekankan di sekolah, tetapi juga dilengkapi dengan penanaman nilai afektif dan psikomotor.
Namun disayangkan di lingkungan sekolah belum sepenuhnya terbebas dari kasus bullying apalagi cyberbullying. Contoh bullying yang paling sering ditemui adalah kakak kelas membully adik kelas karena dinilai bertingkah atau dianggap tidak sopan. Masa orientasi siswa pun tak luput dari perbuatan tersebut, sehingga berakhir buruk karena si kakak kelas berlebihan mengerjai dan memperlakukan para siswa baru secara sewenang-wenang atau member hukuman karena melakukan sebuah kesalahan. Hal ini bisa jadi adalah bentuk dendam sebagai akibat perbuatan dan perlakuan yang serupa dari kakak kelas sebelumnya. Pun demikian, teman sekelas yang dianggap aneh pun tidak lepas dari pengucilan dan tidak ada yang mau berteman dengannya bahkan jadi bahan pergunjingan di media sosial.
Banyak alasan mengapa seseorang melakukan bullying atau cyberbullying. Bisa karena pelaku bully mendapatkan kepuasan dan sensasi tertentu dari perbuatan menindas orang. Karena ia menilai dirinya lebih kuat sehingga merasa berkuasa karena ada orang yang takut pada dirinya. Bisa jadi ia berpikiran, ia akan mendapat popularitas disekolah karena ditakuti oleh siswa yang lainnya. Padahal sesungguhnya para pembully ini akan dibenci oleh orang-orang yang tidak setuju dengan tindakannya tersebut. Alasan lain mereka melakukan bully adalah karena mereka iri pada kelebihan target bullying mereka, mereka merasa terancam dengan kehadiran seseorang yang lebih cantik, lebih tampan atau lebih pintar dari mereka namun dipandang lemah dari sisi yang lainnya. Atau karena alasan lain, yang sebenarnya mereka memiliki masalah sehingga menyebabkan mereka menindas untuk menyalurkan amarah mereka kepada orang lain. Mereka tidak tahu apa dampak perbuatan bullyingnya terhadap para korban mereka. Sehingga mereka tidak merasa bersalah atas perbuatannya itu.
Hal-hal yang menyebabkan seseorang melakukan cyberbullying menurut Kowalski, Limber dan Agatston (2008), terdapat beberapa alasan yang mendorong seseorang untuk melakukan cyberbullying yaitu sebagai wujud pembalasan atas penindasan yang diterima cyberbullies sebelumnya, untuk mencari kesan yang keren dan tangguh, dipicu rasa iri kepada orang lain yang akan dijadikan target cyberbullying, cyberbullies memiliki kepribadian tertentu yang memiliki perasaan senang untuk menyakiti korbannya, menganggap cyberbullying sebagai cara untuk menyatakan dominansi dan kekuasaannya. Cyberbullies mendapatkan kepuasan karena cyberbullying dilakukan sebagai cara untuk mengeluarkan agresifantasi ketika online.
Perilaku cyberbullying dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor kepribadian. Tiap-tiap individu memiliki karakteristik kepribadian yang berbeda, yang dapat memberikan pengaruh terhadap perilaku yang ditimbulkannya. Mengacu pada Eysenck (dalam Alwisol, 2004) remaja dengan tipe kepribadian ekstrovert dan introvert akan memberi reaksi yang cenderung berbeda dengan lingkungan sosial yang serupa. Kepribadian ekstovert adalah ketika seseorang lebih menyukai lingkungan yang interaktif. Mereka cukup antusias dalam hal baru dan senang bergaul. Sedangkan introvert adalah sikap atau karakter seseorang yang memiliki orientasi subyektif secara mental dalam menjalani kehidupannya. – C.G Jung –
Dampak dari bullying dan Cyberbullying adalah membuat anak-anak korban merasa benci terhadap dirinya sendiri dan mereka merasakan ketakutan untuk menghadapi dunia luar sehingga mereka mengurung dirumah dan mengisolasi diri, mereka juga akan merasa depresi dan stress berkepanjangan yang mempengaruhi kesehatan jasmani dan kesehatan mental mereka di masa yang akan datang. Yang paling parah adalah mereka dapat nekat memutuskan untuk bunuh diri karena tidak tahan lagi atas semua beban berat yang mereka alami dan rasakan.
Para pelaku bully pun sebenarnya bisa juga mendapatkan dampak dari perilakunya. Sebagian besar dari anak yang dahulunya penyiksa dan melakukan bully dimasa sekolah bisa melakukan tindakan kriminal saat dewasa. Mereka juga akan kesulitan menjalin hubungan pertemanan dengan teman sekolahnya. Begitu juga ketika mereka dewasa nanti akan sulit beradaptasi dengan teman-teman kerjanya karena ia terbiasa mengontrol dan mengatur orang lain.
Maka dari itu, mengingat akan bahaya dan dampak yang ditimbulkan dari perbuatan bullying dan cyberbullying tersebut, hendaknya sebagai orang tua, guru, maupun masyarakat tidak boleh menganggap enteng dan sepele atas tindak kekerasan dalam bentuk ini. Kita dituntut untuk lebih peka dan peduli terhadap nasib masa depan putra-putri kita di masa yang akan datang. Stop bullying dan cyberbullying sekarang juga. (Dikutip dari berbagai sumber)