Oleh:
Firman Munandar
Masih belum jelasnya masa berakhir pandemi Virus Corona menimbulkan kecemasan bagi dunia pendidikan. Terutama jika melihat fenomena masyarakat dan sekolah yang belum siap menghadapi kejutan perubahan kebiasaan pembelajaran dari tatap muka ke model pembelajaran jarak jauh. Sehingga jika keterkejutan ini terjadi terlalu lama, maka akan melahirkan masalah baru bagi pendidikan anak-anak kita kalau terlalu lama pula dibiarkan tanpa solusi.
Pembelajaran jarak jauh/daring yang telah diberlakukan beberapa bulan terakhir yang sebagian besar memanfaatkan teknologi (baik proses daring maupun luring), sudah memberikan gambaran dan dapat dijadikan tolak ukur penyelenggaraan pendidikan ke depan. Banyak hal yang sudah terjadi dan sangat dirasakan bedanya keefektifan belajar tatap muka dengan Daring.
Dua bulan terakhir jangankan untuk berbicara kualitas, untuk memastikan proses pembelajaran jarak jauh terjadi saja saya masih menemukan bahwa di banyak daerah khususnya di pedesaan hanya sekitar 25% saja siswa dan para guru kita yang bisa melakukan pembelajaran jarak jauh. Hal ini diakibatkan oleh banyak sekali faktor. Mulai dari faktor keterjangkauan jaringan internet, kemampuan guru memanfaatkan teknologi IT, kesiapan orang tua siswa dalam menyediakan perangkat pembelajaran, kemampuan siswa dan masyarakat dalam menggunakan IT, faktor pembiayaan dan berbagai masalah lainnya.
Sementara jika pembelajaran jarak jauh dapat dilakukan pun oleh seluruh siswa dan guru tetap saja akan sangat mempengaruhi kualitas pendidikan. Selama ini, pembelajaran kita masih dianggap knowledge oriented. Sebagian besarnya baru transfer pengetahuan saja yang tampak dan masih dinilai kurang pada proses pengembangan keterampilan dan nilai-nilai sikap/karakter.
Proses mengembangkan dan menanamkan nilai-nilai sikap sangat sulit jika dilakukan tanpa proses interaksi langsung antara siswa sebagai pelajar dan guru sebagai pendidik. Karena sesungguhnya pembelajaran jarak jauh idealnya dilakukan hanya untuk melengkapi dan menambah corak pembelajaran yang ada, tetap saja peran guru secara real dalam pembelajaran tatap muka yang melahirkan interaksi langsung tidak akan pernah dapat tergantikan oleh teknologi secanggih apapun.
Arahan Menteri Pendidikan Nadim Makariem tentang tahun ajaran baru yang akan dibuka pada bulan Juli 2020 yang sudah dipastikan pembelajaran jarak jauh akan terus berlangsung. Maka kita tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi dengan siswa-siswa baru di sekolah yang baru dengan guru baru dalam suasana interaksi yang baru pula. Sementara siswa-siswa lama yang sudah pernah bertamu langsung dengan gurunya saja masih menghadapi banyak sekali permasalahan dalam pembelajaran jarak jauh.
Jadi, intinya jika ketika proses pembelajaran tatap muka saja masih menghasilkan kualitas pengembangan keterampilan dan penanaman nilai-nilai sikap/karakter bahkan pengetahuan yang rendah. Maka apalagi jika pembelajaran terus menerus dilakukan dengan cara jarak jauh. Mengajarkan keterampilan sangat memerlukan real model. Apalagi menanamkan nilai-nilai sikap/karekter akan sangat butuh figur yang dapat diindra langsung oleh siswa dalam kehidupan nyata.
Bicara tentang pendidikan, maka kita sedang bicara tentang investasi masa depan peradaban negeri ini. Berbicara tentang segala sumber investasi yang ada. Pemerintah dan seluruh pihak harus bersegera benar-benar memikirkan tentang apa dan bagaimana proses pendidikan anak-anak kita ini akan dibangun dan dikontruksi di masa pandemi. Pemerintah harus membuat kurikulum yang jelas dimasa pandemi ini, jangan kalah oleh anggapan pentingnya ekonomi yang sudah bebas bertransaksi. Harus segera ada langkah tegas dan jelas agar tragedi virus corona tidak disusul oleh tragedi intelektual dan peradaban.
Memang sulit menentukan pilihan pada kondisi masih tingginya penyebaran wabah virus corona seperti sekarang ini, namun kita pun tetap harus memilih resiko yang paling rendah dan tidak melahirkan masalah baru yang lebih besar di masa yang akan datang. Pilihan memundurkan tahun ajaran baru ke awal tahun 2021 ataupun tetap membuka tahun ajaran baru dengan menerapkan protaf covid-19 dengan ketat sama-sama mengandung resiko.
Membiarkan siswa di rumah sampai awal tahun 2021 tanpa kegiatan belajar dengan kondisi orang tua yang tidak bisa membimbing dan mengarahkan, hanya akan membuat anak kita mengalami penurunan motivasi dan semangat belajar serta semakin membuat mereka kecanduan oleh ganget, game online dan televisi. Sementara memilih membuka kegiatan persekolahan di tengah-tengah penyebaran wabah yang masih tinggi dan diperparah oleh sulitnya mendisiplinkan masyarakat juga sangat beresiko terjadinya penyebaran virus pada anak-anak. Mugkin iya sekolah siap dibuka dengan protocol corona yang ketat namun apakah masyarakat sesiap sekolah untuk taat ?
Dalam perspektif saya Pemerintah harus segera meramu formula yang tepat diantara dua kondisi dan dua pilihan ini untuk melahirkan hasil ramuan yang paling mujarab untuk digunakan agar proses pembelajaran berjalan dengan baik dan hak sehat siswa tetap terjamin.
Sumber ilustrasi: Padek.co