Oleh:
Asep Saepudin
(Sekretaris PKG-P3A Vinus, Ketua PWPM Jawa Barat Bidang Dakwah & Kajian Keagamaan)
Merayakan Idul Fitri 1 Syawal 1441 Hijriyah tahun ini sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Lebaran di tengah pandemi Covid-19 menjadi momentum yang sangat berharga bagi umat Islam untuk menunjukkan karakter takwa yang sesungguhnya. Karakter yang muncul dalam bentuk kesalehan sosial, yang merupakan ekspresi dari kepatuhan menjalankan ajaran Allah. Yaitu ajaran tentang kasih sayang, empati, dan kepedulian kepada sesama umat manusia. Sehingga kehadiran Islam benar-benar terwujud nyata sebagai rahmat bagi semesta alam.
Menjalani kehidupan dengan segenap aktivitas baik yang bersifat duniawiah maupun ukhrowiah dalam menghadapi Covid-19 ini harus menjadi momentum untuk membentuk pribadi muslim yang hidup sesuai dengan nilai dan etika sosial yang diajarkan agama. Hidup saling tolong-menolong, gotong royong dan silaturahim dalam arti mengenal lebih dekat dan memahami dengan kepekaan yang tinggi terhadap kesulitan saudara-saudara kita, serta saling menguatkan dan memberi dukungan satu sama lain. Inilah saatnya untuk menghadirkan manfaat dan menebarkan keberkahan bagi masyarakat, bangsa, dan Negara, bahkan dunia. Covid-19 harus mampu mentransformasi kesadaran kita, bahwa takdir (kehendak) Allah bertujuan untuk menguji hamba-Nya. Dengan wabah ini Allah Ta’ala ingin agar manusia dapat mengukuhkan kebersamaan serta memperkuat persatuan dan kesatuan untuk menyelesaikan setiap masalah-masalah kemanusiaan.
Dengan keterbatasan gerak sosial akibat kebijakan physical distancing dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), kita justru semakin dekat dalam perasaan senasib dan sepenanggungan. Tumbuh kesadaran dalam diri untuk patuh dan taat aturan karena kita butuh untuk saling menjaga agar tidak tertular atau menularkan virus satu sama lain.
Menjadikan kita lebih dekat dan taat kepada Sang Kholik. Setiap saat kita diingatkan dengan kematian, sehingga hal itu menumbukan rasa takut kita kepada Allah. Menyadarkan kita dari segala salah dan khilaf. Mengingatkan kita dari kealpaan dan kelalaian. Bahwa hidup ini hanya sesat, kemudian mati dan akan dibangkitkan kembali untuk kehidupan yang kekal nan abadi.
Idul fitri sejatinya mengembalikan karakter fitrah kita, yaitu sebagai makhluk yang menghambakan diri hanya kepada Allah, bukan hamba dunia dan jabatan. Sebagaimana yang telah Allah Ta’ala firmankan, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku”. (QS. Adz Dzariyat: 56).
Inilah fitrah manusia yang sesungguhnya. Yaitu manusia sebagai hamba Allah, yang hidup dan matinya ada dalam genggaman-Nya. Yang sudah semestinya mengisi kehidupan ini sesuai dengan kehendak penciptanya. Inilah yang disebut irodah Allah. Bahwasanya Allah mempunyai kehendak. Di antaranya adalah Irodah diniyyah, yaitu setiap sesuatu yang diperintahkan oleh Allah berupa amalan sholeh. Allah berkehendak agar semua hambanya beramal sholeh. Inilah amalan yang dicintai dan diridhoi Allah. Irodah seperti ini bisa terealisir dan bisa pula tidak terealisir. Namun orang-orang ingkar dan fajir (ahli maksiat) melanggar perintah ini. Sehingga mereka masuk ke dalam irodah kauniyyah, yaitu segala sesuatu yang Allah takdirkan dan kehendaki, namun Allah tidaklah memerintahkannya. Contohnya adalah perkara-perkara mubah dan bentuk maksiat. Perkara-perkara semacam ini tidak Allah perintahkan dan tidak pula diridhoi. Allah tidaklah memerintahkan makhluk-Nya berbuat kejelekan, Dia tidak meridhoi kekafiran, walaupun Allah menghendaki, menakdirkan, dan menciptakannya. Dalam hal ini, setiap yang Dia kehendaki pasti terlaksana dan yang tidak Dia kehendaki tidak akan terwujud.
Allah berkehendak dan menakdirkan wabah pandemi Covid-19 ini terjadi untuk mengingatkan dan memberi hukuman kepada mereka yang ingkar. Pun sebaliknya, Allah hendak menguji setiap hambanya yang beriman. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh Kami akan menguji kalian dengan sedikit rasa takut, kelaparan serta kekurangan harta benda, jiwa, dan buah-buahan. Maka berikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang sabar”. (QS. Al Baqoroh: 155)
Hakikat kemenangan adalah manakala manusia sanggup mengendalikan hawa nafsu yang datang dari dirinya sendiri dan dari lingkungan yang memengaruhinya.
Mengekang hasrat pemberontakan terhadap norma dan aturan hidup. Menang karena bisa menahan diri untuk tidak berkerumun, tidak bepergian kecuali sangat urgen. Menang karena tidak terpengaruh berita hoax dan tidak mudah terpropokasi oleh isu-isu murahan. Menang karena dapat menaati protokoler kesehatan dari pemerintah. Menang itu taat, tunduk dan patuh sepenuh hati. Menang itu fitri. Selamat menyambut hari kemenangan. Sambutlah dengan penuh kesyukuran yang diiringi gema takbir, tahmid dan tahlil mengagungkan asma Allah dalam kesederhanaan dan penuh khusuk di rumah saja. Taqobbalallahu minna waminkum taqobbal ya karim.