اِنَّ رَبِّيْ رَحِيْمٌ وَّدُوْدٌ
“Sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Mencintai” (Hud/11: 90)
Islam dan cinta tak dapat dipisahkan, ia seperti dua mata uang. Islam tanpa cinta, maka akan menghilangkan keberkahan hakikat Islam yang sesungguhnya. Bayangkan jika kehidupan tanpa cinta dan menyembah Allah juga tanpa cinta, maka yang terjadi adalah kehidupan yang formalitas, kering, gersang, tanpa kehangatan dan gairah emosi.
Islam memandang bahwa “cinta” memiliki peranan yang sangat besar untuk mengatur dan bahkan menciptakan masyarakat yang humanis. Masyarakat humanis adalah sekelompok masyarakat yang fondasinya dibangun atas dasar cinta yang mengikat persaudaraan setiap manusia, saling menyanyangi dan saling memiliki. Demi menyempurnakan manisnya cinta pada kehidupan manusia dan agar dapat menikmati keberkahan nikmat Allah yang paling besar ini, Tuhan telah menciptakan segala atribut yang dibutuhkan untuk menerapkannya di muka bumi. Kita bisa lihat semua cintaan Tuhan berpasangan, segala yang ada di bumi dan di langit ditundukkan, ini didesain Tuhan semata-mata demi cinta-Nya kepada makhluk ciptaan-Nya. Tuhan saja begitu cinta kepada makhluk-Nya bahkan kepada yang tidak menyembahnya sekalipun, Tuhan tidak mengurangi rasa cinta-Nya. Apatah kita makhluknya yang lemah?
Salah satu atribut yang diberikan Tuhan kepada manusia untuk mengejawantahkan cinta, Tuhan memberikan akal kepada manusia. Tuhan melalui agama-Nya menyipati cinta dengan ungkapan-ungkapan mendalam yang berhubungan dengan akal. Misalnya cinta adalah permulaan akal. Ini dapat kita lihat diperkatan Syaidina Ali Kw.
رأس العقل التودد إلى الناس
“permulaan akal itu adalah memperlihatkan cinta kepada manusia”
Maksudnya adalah manusia yang memiliki akal seharusnya dalam setiap aktivitasnya selalu mengedapankan cinta dalam setiap tarikan napas kehidupannya.
Bahkan Nabi Muhammad Saw, tokoh agung dengan pesona cinta tak tertandingi juga berkata:
التودد نصف الدين
“memperlihatkan cinta (kepada manusia) adalah separuh dari agama”
Perkataan ini beliau sampaikan sambil menyeru kepada seluruh umat manusia untuk saling mencintai, menyayangi, dan memperbanyak “sanak kerabat cinta” karena sesungguhnya mereka—sanak kerabat cinta—lebih berguna dalam kehiudpan ini daripada kerabat nasab yang tidak didasari cinta. Kita bisa lihat, bukankah cinta memiliki hubungan yang kuat dalam menentukan perjalanan manusia? Bukankah kecintaan pada keindahan, kebaikan, akan menaikkan seseorang pada puncak kesempurnaan?
Agar manusia dapat merasakan manisnya cinta dan keberkahannya, dan agar tetap terpelihara dari bahaya permusuhan dan bencana yang diakibatkan darinya, Islam memiliki metode tersendiri yaitu melalui pembersihan hati, karena cinta berasal darinya. Dalam Islam menanamkan rasa cinta kepada manusia merupakan anjuran bahkan kewajiban. Hal ini penting diejewantahkan untuk menghindari kebencian dan permusuhan. Bukankah permusuhan awal dari kehancuran? Sesungguhnya apa saja yang masuk dan menghalangi terciptanya cinta, bahkan melahirkan unsur-unsur kebencian, bertentangan dengan Islam secara hakiki. Apalagi cinta adalah uangkapan dan praktik kehidupan yang mendatang keberkahan, ketentraman, dan kegembiraan bagi siapa saja yang menghidupkanya dalam hati dan laku kehidupan sehari-hari.
Penulis: Prof. Dr. Made Saihu, M. Pd.I.