Bogor, visinews.net – Komisioner KPAD Kabupaten Bogor, Asep Saepudin memberikan tanggapan terkait efektivitas pemberian tugas sekolah kembali ke sistem manual dalam upaya pengurangan ketergantungan siswa terhadap gadget, Bogor, (22/01/2025).
Asep Saepudin menuturkan, tidak dapat dipungkiri, bahwa manusia di era digital ini nyaris semuanya bergantung kepada gadget, tak terkecuali anak-anak. Banyak ragam kepentingan dalam pemanfaatannya mulai dari keperluan bisnis sampai sekadar hiburan belaka.
“Yang jelas dalam 24 jam tidak pernah luput dari para penggunanya,” tandasnya kepada visinews.net pada Rabu malam (23/01/2025).
Sebagaimana diketahui, kata Asep, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak MenPPPA RI, Arifatul Choiri Fauzi, Selasa kemarin 21/1 dalam pernyataannya mengusulkan agar pemberian tugas sekolah kepada siswa, dikembalikan ke sistem manual. Hal tersebut dimaksudkan dalam upaya mengurangi ketergantungan siswa terhadap gadget.
“Tentu ini harus kita sambut baik, karena ada banyak manfaat yang bisa kita petik. Diantaranya dapat mengurangi waktu layar. Jadi dengan tugas manual, siswa akan lebih sedikit menggunakan gadget, sehingga risiko kecanduan layar, kelelahan mata, dan gangguan tidur dapat berkurang. Walau tidak ada jaminan juga bahwa siswa bisa terlepas sepenuhnya dari gadget,” pungkas Komisioner KPAD Kabupaten Bogor, Asep Saepudin.
Ia juga mengatakan bahwa hal tersebut tergantung faktor penyerta lainnya, seperti ketegasan orang tua dalam mengawasi anak-anak selama di rumah agar tidak sepenuhnya waktu hanya berkutat dengan gadget. Sehingga diperlukan kecerdasan orang tua dalam mengalihkan ke aktivitas fisik lainnya.
Lebih lanjut, Asep menambahkan, manfaat berikutnya adalah dapat meningkatkan kreativitas dan keterampilan anak. Dengan tugas manual, seperti aktivitas tulis tangan atau membuat karya seni dapat mengasah kreativitas anak, melatih motorik halus dan meningkatkan daya ingat anak. Anak yang kecanduan gadget cenderung mengandalkan gadget untuk mencari informasi, sehingga kemampuan menghafal dan berpikir kritis menjadi berkurang.
“Terjadinya distraksi yang berlebihan, karena paparan konten digital yang cepat dan beragam membuat anak sulit fokus, sehingga proses penyimpanan informasi di otak sangat terganggu. Hal ini akan mengakibatkan dominannya fungsi memori jangka pendek,” ujarnya.
Menurutnya, gadget berdampak pada seringnya mendorong pemrosesan informasi secara instan, sehingga anak lebih mengingat hal-hal jangka pendek dan melupakan detail penting dalam jangka panjang
Akan tetapi, lanjut Asep, kembali ke sistem manual tidak juga menjadi solusi sepenuhnya. Karena banyak juga tantangan yang harus dipecahkan solusinya. Kehidupan di zaman modern seperti sekarang ini, manusia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh digitalisasi. Bahkan menjadi sebuah keniscayaan yang memang harus diterima, tentu dengan diadaptasi secara bijak agar tepat guna.
“Kita tentu merasakan bahwa keberadaan gadget mempermudah akses ke informasi dan sumber belajar,” tuturnya.
Asep menyampaikan, sistem manual mungkin memerlukan waktu lebih lama untuk mencari referensi dari buku cetakSehingga meski tugas sekolah manual, siswa masih bisa menggunakan gadget untuk aktivitas lain di luar tugas, seperti bermain game atau media sosial lainnya. Dengan tugas manual, guru perlu menyiapkan metode pengajaran dan evaluasi yang sesuai dengan sistem manual, yang mungkin bisa memakan waktu lebih banyak lagi.
“Maka diperlukan solusi kombinasi sebagai alternatif terbaik, misal dengan sistem hybrid yaitu dengan menggabungkan tugas manual dengan digital, misalnya, menulis esai tangan untuk melatih menulis dan membuat presentasi digital untuk meningkatkan literasi teknologi,” katanya.
Dirinya mengatakan, tentu yang tak kalah penting diperlukannya pengawasan penggunaan gadget dengan cara menerapkan batasan waktu penggunaan gadget di rumah dan sekolah, serta gunakan aplikasi kontrol orang tua untuk mengelola akses siswa ke konten tertentu.
“Mari kita ajarkan siswa untuk menggunakan gadget secara bijak, sehingga mereka memahami batasan dan memanfaatkan teknologi untuk hal yang positif. Kita dorong mereka pada kegiatan seperti membaca buku fisik, olahraga, atau keterampilan praktis untuk mengalihkan perhatian dari gadget,” tutur Asep.
Terakhir, dirinya berpesan bahwa anak adalah investasi masa depan kita yang harus kita arahkan dengan penuh perencanaan matang agar kita tidak menyesal di kemudian hari.
“Mengurus anak bukan sekadar mencukupi kebutuhan makan, pakaian dan fasilitas fisik lainnya, tapi lebih dari itu, bagaimana kita bisa mempersiapkan mental spiritualnya, karena mereka akan hidup di zaman yang berbeda dengan masa kita hari ini,” tutupnya.