Oleh:
Ade Nur Cahya
Robert W. McChesney adalah tokoh ilmuwan komunikasi kritis abad XX dan XXI sekaligus juga aktivis. Chesney adalah penulis produktif yang banyak menyoroti sekaligus mengkritik industri media di Amerika yang mendominasi di dalam dan luar negeri.saya akan mengambil ringkasan dari Ignatius Haryanto (Direktur Eksekutif Lembaga Studi Pers dan Pembangunan di Jakarta)membuat tulisan pada Jurnal Komunikasi Indonesia berjudul “Robert W. Mchesney, Ilmu Komunikasi dan Tradisi Kritis” dalam tulisannya itu Heryanti mengatakan karya McChesney kerap dirujuk para intelektual di Indonesia, khususnya mereka yang mendalami dunia komunikasi, media, dan dunia penyiaran, karya Chesney yang kerap dikutip misalnya adalah The global Media: The New Missionaries to Global Capitalism-with Edward S. Herman (1997), juga Rich Media, poor Democracy: Communication Politics in Dubios Times (1999), Capitlism and the Information Age: The Political Economy of Global Communication Revolution- with Ellen Meiksins Wood & John Bellamy Foster, (1998).
Karya Chesney menjadi penting karena dia adalah pengkritik utama sistem Industri media di Amerika, dan juga Industri media global yang telah terjebak dalam kecenderungan untuk mengedepankan kepentingan bisnis ketimbang kepentingtan publik secara luas. Jatuhnya keutamaan media dalam melayani kepentingan publik merupakan perhatian yang mulai ditunjukan Chesney lebih dari 15 tahun lalu.
Membaca Chesney di Indonesia menjadi sesuatu yang relevan karena perkembangan industri media di Indonesia menunjukan arah yang mengikuti model seperti yang terjadi di Amerika. Kepentingan bisnis lebih menguat, disertai keinginan dari industri media secara umum untuk tidak mau tunduk pada lembaga regulator media. Di sisi lain, arah komersialisasi industri media juga menunjukan mundurnya kualitas jurnalistikyang dihasilkan, dan penyediaan program dalam media, lebih mengedepankan unsur yang sensasional, atau segala hal yang lebih mengedepankan kepentingan bisnis daripada kepentingan pendidikanpublik atau kontrol pada pemerintah.
Indonesia yang masih terbilang baru dalam perkembangan industri media (media cetak baru berkembang sebagai industri akhir tahun 1970-an dan televisi baru mau menjadi industri sekitar dekade 1990-an), perlu memperhatikan kritik yang ditunjukan Chesney pada sistem Industri media di Amerika, agar Indonesia tidak menempuh jalan salah. Sejumlah petunjuk telah mengarah pada situasi industri media yang semakin brutal mengabdi pada kepentingan kapital, dan menjadikan masyarakat Indonesia tak lebih dari suatu pasar belaka, ketimbang suatu ‘publik’.
Heryanto mengambil uraian dari buku Robert Mc Hesney terakhir yang berjudul Communication and Revolution: Critical Junctures and the Future of Media (2007), dan dilengkapi dengan buku lain dari penulis yang sama : The political Economy of Media: Enduring Issue, Emerging Dilemmas (2008).
Bab pertama dari buku Chesneydi beri tajuk “Journalism”dan mengumpulkan artikel-artikel sebagai berikut:
– The problem of jourjournalism
– A century of radical media criticsm in the us
– Upton Sinclair and the contradictions of capitalist journalism
– Telling the truth at a mpment of truth: US News Media and the invasion and occupation of iraq
– How to think about journalism : looking backward, going forward
Lima artikel disini menunjukan kritik Chesney pada media massa mainstream di Amerika yang terlalu dekat pada sumber-sumber pemerintah , maupun bisnis, hilangnya kekritisan para wartawan dalam meliput berita, arus deras komersialisasi industri informasi, tekanan dari para pemodal terhadap ruang redaksi, dan juga tekanan yang disampaikan oleh para praktisi public relations yang mengemas aneka peristiwa menurut kepentingan mereka, dan jurnalis cenderung terbawa dengan kondisi tersebut serta lupa mencari esensi dasar dari peristiwa tadi.
Dalam bagian berikut dari buku tersebut yang diberi judul “Criticak Studies”, Chesney mengumpulkan 10 artikel yang ia tulis antara tahun 1987 sampai 2003 dan menyangkut masalah-masalah yang terkait dengan pendekatan ekonomi politik terhadap masing-masing isu yang ia tulis. Judul-judul dari tulisan ini telah menunjukan bahwa kebijakan pengaturan media adalah suatu lahan pertarungan yang sengit , di mana banyak kepentingan bermain di dalamnya seperti pihak komersil, pihak publik, pemerintah dan media-media kecil.
Chesney tetap percaya bahwa yang disebut sebagai lembaga penyiaran publik (Public broadcasting) memiliki peran sentral untuk bisa menghadirkan acara-acara yang tidak didikte oleh kepentingan komersialisme, dan memberikan kesempatan kepada publik untuk mendapatkan apa yang mereka mau dalam rupa public broadcasting adalah amanat dari First Amandement di Amerika.
Dalam konteks komunikasi internasional, Chesney juga memberikan gambaran bagaimana kondisi ekonomi politik sangat relevan untuk di bahasa, karena fenomena globalisasi dari industri ini membuat ia berkembang dan meraih pasar yang lebih luas daripada sekedar apa yang ada di Amerika. Dengan data yang solid, ia memaparkan bagaimana para pebisnis utama industri media di Amerika berekspansi ke berbafgai wilayah dunia, dan memantapkan dirinya menjadi pemain besar di industri global ini. Namun soal besar yang belum selesai dibicarakan dari fenomena global ini adalah bagaimana pengaturan masalah ekspansi modal dari industri media ini. Banyak negara punya regulasi yang berbeda-beda untuk soal ini.
Dalam buku Chesney, Communication and Revolution, ia menyampaikan bahwa dalam momen-momen kritis, yang dimaksud Chesney sebagai momen kritis adalah saat ketika ditemukannya teknologi komunikasi baru, dan persis di situlah inovasi teknologi komunikasi ditemukandan selalu dikuasai oleh para kapitalis.
Sikap Chesney sendiri terhadap perubahan dari momen kritis sudah jelas.
– Sistem media (di Amerika – IH) dihasilkan dari kebijakan dan juga subsidi; mereka bukanlah hal yang alamiah (natural) di dalam masyarakat manapun.
– Pendiri Republik (Amerika) sebagaimana tertuang dalam Firs Amendment tidak mengijinkan adanya sistem media yang berlandaskan perusahaan, dengan motif utama tentang keuntungan.
– Sistem media di Amerika bisa saja bermotif profit, tetapi ini bukan suatu sistem pasar besar.
– Proses pembuatan kebijakan adalah puncak untuk memahami bagaimana struktur sistem media bekerja dan bagaimana subsidi diberikan di dalamnya.
– Proses pembuatan kebijakan di Amerika telah didominasi oleh kepentingan perusahaan besar, dengan mengabaikan partisipasi masyarakat sejak lama, dan untuk itu sistem media di Amerika haruslah diperbaiki (reform).
Dalam perkembangan dewasa ini, ranah yang dianggap sebagai momen kritis terkini adalah revolusi komunikasi digital. Namun Chesney masih mempertanyakan apakah revolusi digital ini betul memberikan manfaat kepada umat manusia secara menyeluruh .
Keprihatinan yang dimiliki Chesney dalam melihat kondisi industri media Amerika, mulai dari perdebatan yang terjadi dalam pertarungan untuk mengontrol lembaga penyiaran di Amerika pada dekade 1930-an, isu kepemilikan media terpusat dan ancaman terhadap demokrasi, demokratisasi dalam industri media, hingga kajian ekonomi politik.
Pelajaran yang bisa dipetik dari membaca karya-karya Chesney:
– Diperlukan sejumlah orang yang mendalami lebih khusus pendekatan ekonomi politik media atau komunikasi untuk konteks Indonesia.
– Diperlukan kajian ekonomi politik yang lebih banyak menganalisis situasi di Indonesia. Keunggulan dari kajian ekonomi politik adalah untuk menunjukan dengan jelas struktur dominasi yang terjadi dalam situasi tersebut, dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan ini; siapa yang diuntungkan dari situasi tersebut? Kekusaan material seperti apa yang membuat penguasa diuntungkan?
– Kajian ekonomi politik ini juga harus dilanjutkan dengan menghubungkan antara fenomena konsentrasi kepemilikan media dengan industri telekomunikasi yang ada. Dari tulisan Chesney kita diingatkan bahwa fenomena globalisasi industri media dn konvergensi antara medium juga nantinya akan membawa industri media terintegrasi dengan industri telekomunikasi.
– Diperlukan lebih banyak orang yang memahami persoalan globalisasi yang ada, dimana Indonesia ikut terlibat di dalamnya. Memahami globalisasi ini bisa dilihat dari apa yang telah dimulai Chesney dimana ia menjelaskan globalisasi industri media yang bergerak dari pusat (center).
– Kajian dari belakang meja harusdipadukan dengan gagasan untuk pembentukan suatu kelompok-kelompok konsumen media yang kritis, untuk menghasilkan gelombang masyarakat yang mampu melakukan protes atas produk media yang menonjolkan sensasionalisme dan mengobyekkan ruang hidup pribadi seseorang.
– Perlu dirintis kerjasama yang erat antara kalangan aktivis media (NGO media) dengan kampus-kampus yang berpotensi. Bagaimanapun apa yang dilakukan Chesney mengambil basis kampus, lalu ia kembangkan ke kelompok-kelompok aktivis di luarnya. Di Indonesia, kampus boleh dikatakan hanyalah ‘konsumen ilmu pengetahyan’ dan kurang menjalankan fungsi ‘kritis’ pada pengetahuan yang ada’ ataupun ‘produsen ilmu pengetahuan (tandingan).
Relevansi karya-karya Robert W. McChesnes terhadap konteks industri media di Indonesia perlu selalu dibedah oleh ruang akademik yang bergerak di bidang media, agar industri media di Indonesia lebih memperhatikan kepentingan publik ketimbang memperhatikan kepentingan pasas semata.