Kabupaten Bogor memang tidak memiliki bibir pantai. Jadi, tidak bersentuhan langsung dengan lautan. Sehingga, tidak ada masyarakatnya yang berprofesi sebagai nelayan.
Namun, setiap orang pasti doyan ikan. Apalagi ikan laut segar, jika dibakar rasanya pasti nampol bikin ketagian. Belum lagi, ikan asinnya yang sudah menjadi santapan sehari-hari bagi segenap lapisan masyarakat.
Hampir semua kalangan menyukai hidangan berbahan dasar ikan, karena ikan tidak mengenal kasta. Seperti halnya di Bogor, siapa sih yang tidak suka ikan laut? Mungkin jika dipersentasekan, hanya sebagian kecil saja yang tidak makan ikan.
Sahabat, pernahkah anda berpikir bagaimana ikan itu didapat dan sampai di hadapan kita?
Selama ini, yang kita tau adalah enaknya cita rasa ikan laut, baik basah maupun kering. Setiap saat diantar oleh pedagang keliling, sampai ke rumah-rumah kita. Harganya pun cukup murah bukan? Jadi, hampir setiap hari bisa menimati ikan tanpa harus pergi ke pasar.
Ko bisa murah ya, apakah memang jadi nelayan itu mudah?
Tentu yang tau persis hanya nelayan, bagaimana suka dukanya menangkap ikan di tengah laut lepas. Mereka bertaruh nyawa demi menghidupi keluarganya di rumah, demi mencukupi kebutuhan masyarakat Indonesia.
Namun di disi lain, ada hal yang memprihatinkan. Sebagian nelayan banyak yang melibatkan anak-anak untuk membantunya mencari ikan di lautan. Itulah mungkin yang menjadi penyebab, mengapa kebanyakan nelayan hidup dalam garis ekonomi menengah kebawah.
Anak-anak mereka yang seharusnya duduk di bangku sekolah, malah berjibaku dengan kail dan jala di atas sampan dan perahu-perahu kecil di tengah laut. Tentu saja, hal tersebut tidak boleh berlarut-larut tanpa solusi.
Lantas, Apa sih profesi nelayan itu?
Nelayan adalah kelompok masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sumberdaya kelautan dan perikanan yang pekerjaan pokok sehari-harinya menangkap ikan di lautan.
Ada juga yang membudidayakan ikan melalui tambak-tambak, sekaligus mengolahnya sendiri secara tradisional.
Tentunya, pola kehidupan ini berlangsung sepanjang tahun. Yang mereka jalani dalam keadaan suka maupun duka, karena tidak selamanya penghasilan mereka bagus dan melimpah.
Ada kalanya mereka gagal menangkap ikan karena berbagai faktor. Baik musim, cuaca atau kendala lain yang menjadi penyebabnya. Sementara, kebutuhan dapur dan perut mereka tidak mengenal kata paceklik. Sehingga tidak jarang, di antara mereka mengambil jalan pintas. Seperti berhutang kepada para juragan atau rentenir.
Alhasil, efek negatifnya tentu mereka akan terlilit hutang. Sehingga, hal ini menjadi salah satu penyebab mereka tidak beranjak dari garis kemiskinan. Karena mereka tidak mempunyai alternatif lain sebagai sumber penghasilan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Apalagi mencukupi kebutuhan hak-hak anaknya, terutama pendidikan.
Cukup miris bukan?
Kaum nelayan tradisional ini bisa dikategorikan kelompok masyarakat, yang sangat rentan kemiskinan. Untuk itu, keberadaan mereka butuh perhatian khusus dari pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Mengapa demikian?
Karena keberadaan para nelayan punya andil besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi ikan bagi masyarakat Indonesia. Maka sangat pantas bila kesejahteraan mereka mendapatkan jaminan dari pemerintah. Terutama bantuan berupa alat dan perlengkapan penangkap ikan yang memadai, juga terjamin standar keselamatan dan kesehatannya.
Dengan demikian, hasil melautnya akan melimpah. Sehingga, kesejahteraannya pun akan ikut meningkat. Sejalan dengan hal tersebut, juga akan berdampak pada peningkatan kualitas dan tarap pendidikan putra-putrinya di kemudian hari. Hal ini akan turut mengurangi keterlibatan mempekerjakan anak dalam menangkap ikan di lautan.
Selamat hari nelayan sedunia.
Sejahtera nelayanku, sejahtera Indonesiaku.