Oleh:
Raja Faidz El Shidqi
(Mahasiswa FISIP UMJ dan Pendiri Taman Baca Tepi Sungai)
Bicara terkait Literasi ditengah-tengah masyarakat Indonesia memang rasanya masih agak asing terdengar apalagi jika literasi hanya disandingkan dengan membaca buku, hal tersebut akan terlihat lebih asing lagi oleh sebagian besar masyarakat. Sebetulnya apa yang dimaksud dengan literasi itu sendiri ? Literasi sendiri adalah kemampuan seseorang dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan proses membaca dan menulis, tetapi dengan adanya perkembangan zaman yang terus-menerus berubah. Maka, definisi literasi pun terus berevolusi sesuai dengan zaman yang berlaku, misalnya saja ada 6 macam literasi dasar seperti : Literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi finansial, literasi digital dan literasi budaya dan kewargaan. Sedangkan secara Etimologis istilah literasi sendiri berasal dari Bahasa Latin “Literatus” yang berarti orang yang belajar. Lalu bagaimana solusi untuk meningkatkan minat literasi sehingga menjadi budaya dikalangan masyarakat Indonesia yang diharapkan dapat menjadi jembatan untuk menghadapi perkembangan zaman ?
Pertama, kita harus membahas sedikit terkait soal pengertian budaya itu sendiri. Budaya itu sendiri adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang atau masyarakat, dan terbentuk dari banyak unsur yang rumit sistem agama, politik, adat istiadat dan Bahasa. Untuk menjadikan minat literasi sebagai budaya yang dijalankan oleh suatu masyarakat tentu kita harus memahami terlebih dahulu lingkungannya dalam bentuk sumber daya manusia nya maupun dalam bentuk geografis nya. Lalu membuat pemetaan dan konsep yang menarik untuk mendapatkan perhatian masyarakat sekitar terhadap literasi itu sendiri. Contoh efektif yang dapat diterapkan adalah Literasi Digital, literasi yang dirasa cocok diterapkan pada masyarakat perkotaan maupun perkampungan, literasi yang menurut Paul Gilster dalam bukunya yang berjudul Digital Literacy (1997) diartikan sebagai kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi dalam berbagai bentuk dari berbagai sumber yang sangat luas yang diakses melalui piranti komputer. Dalam literasi digital tersebut selain pembelajaraannya menggunakan komputer dan akses internet untuk mengakses berbagai sumber yang sangat luas juga bisa dengan mengadakan sebuah event berupa nonton film dokumenter bersama lalu mendiskusikannya guna mendapatkan informasi dan pembelajaran yang terdapat disebuah film dokumenter tertentu.
Kedua, jika kita menganggap literasi hanya sebatas membaca dan menulis sangat jelas bahwa Indonesia tertinggal sangat jauh dari negara-negara lainnya di dunia, berdasarkan hasil laporan Program for International Student Assessment (PISA) pada Tahun 2018, Indonesia berada pada peringkat 74 dengan skor membaca rata-rata 371. Tentu dengan laporan tersebut sudah sangat jelas untuk menjelaskan bahwa memang minat membaca masyarakat Indonesia khususnya generasi muda sekarang memanglah sangat rendah. Tetapi untuk meningkatkan minat literasi baca tulis tidak bisa semata-mata kita paksakan untuk setiap orang menghabiskan satu buku untuk satu hari, karena hal tersebut justru akan membuat masyarakat Indonesia semakin jauh karena cara pendekatannya yang kurang friendly. Kembali pada poin Pertama bahwa untuk menjadikan minat Literasi khususnya Literasi baca tulis menjadi budaya pada masyarakat Indonesia diperlukan pendekatan yang tepat dan efektif seperti Literasi Digital yang dirasa sangat tepat bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Dari hasil diskusi informasi atau diskusi soal film-film tertentu dapat digunakan untuk menggiring masyarakat Indonesia untuk terjun lebih jauh lagi persoalan Literasi, karena logikanya kita tidak mungkin bisa mengambil simpati orang lain dengan cara yang justru bagi sebagian orang sangat membosankan, dalam artian literasi ini harus dikemas se-menarik mungkin untuk mendapatkan perhatian dan simpati dari masyarakat sekitar.
Ketiga, berkuasanya teknologi gadget dikalangan masyarakat terutama generasi muda zaman sekarang yang membuat mereka enggan untuk belajar tentang apa saja apalagi menyentuh lembaran buku, bahkan bukan hanya generasi muda yang terhipnotis oleh gadget orang tua pun banyak yang terhipnotis dan terfokus pada gadget karena asyik berkomunikasi via aplikasi chatting dengan sesama teman atau keluarga yang sudah lama tidak bertemu dan yang pada akhirnya hanya membicarakan hal-hal yang kurang bermanfaat atau sekedar mengenang masa lalu. Hal tersebut memang tidak bisa sepenuhnya disalahkan karena itu adalah hak mereka, tetapi dengan berkuasanyanya teknologi gadget dan budaya atau kebiasaan yang dijalankan generasi muda sekarang juga tidak bisa dijadikan penghalang untuk memperjuangkan minat literasi menjadi budaya pada masyarakat. Poin ketiga ini adalah gambaran umum kondisi sosial yang ada dimasyarakat Indonesia dan sebagai bahan pertimbangan bahwa Literasi Digital memang perlu sebagai langkah awal untuk menyadarkan kepada masyarakat Indonesia akan pentingnya Literasi itu sendiri.
Keempat, ketertarikan yang berbeda-beda. Kita semua tahu bahwa setiap orang memiliki ketertarikan yang berbeda-beda, justru karena ketertarikan yang berbeda-beda ini juga lah kita tidak bisa memaksakan setiap orang harus membudayakan salah satu jenis literasi saja yaitu literasi baca tulis. Suatu waktu saya pernah berdiskusi dengan seorang senior bernama Ahmad Soleh, beliau seorang aktifis yang sedang aktif di salah satu organisasi kemahasiswaan, yaitu DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dengan menjabat sebagai Sekretaris Bidang Riset Pengembangan dan Keilmuan, dalam diskusi yang kita laksanakan disebuah gubuk dipinggir sungai juga beliau mengakui bahwa ketertarikan setiap orang pada minat literasi memang berbeda-beda tidak bisa dipaksakan bahwa semua orang harus menyukai literasi baca tulis.
Dari beberapa uraian diatas bisa sama-sama kita lihat bahwa jika Literasi itu terus dipaksakan dengan harus membaca dan menulis kepada mereka yang bahkan masih asing dengan membaca walaupun itu hanya sekedar novel rasanya masih sangat sulit, apalagi budaya literasi ini dibangun dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan masyarakat tentang berbagai aspek kehidupan. Lebih dari itu bahwa Prinsip Literasi adalah sebuah pembelajaran dan pembelajaran semestinya bisa dilakukan dengan cara apapun dari melalui media apapun, memang tujuan akhirnya tetaplah pada literasi baca tulis tetapi sekali lagi, itu tidak bisa kita paksakan secara langsung untuk setiap orang menyukainya. Seperti orang yang kecanduan bermain game yang awalnya mereka hanya mencoba lalu mereka mulai menyukainya dan menjadikannya hobby bahkan sumber penghasilan lalu pasti sempat juga merasakan kebosanan tetap saja mereka akan sulit berhenti karena mereka mengerjakan atau melakukan sesuatu yang menyenangkan bagi mereka. Budaya Literasi di Indonesia ini bisa kita tingkatkan dengan cara menyesuaikan konsepnya dengan perkembangan zaman yang ada dan dengan melihat realita-realita yang terjadi pada masyarakat lalu mengemas nya se-menarik mungkin. Memperkenalkan Literasi Digital ditengah-tengah masyarakat Indonesia adalah salah satu cara yang dirasa cukup efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan masyarakat khususnya generasi muda karena kebanyakan dari mereka masih dan mungkin akan terus senang hanya dengan menonton dan mendengarkan.
Literasi Digital dengan cara nonton film dokumenter bersama disebuah warung kopi lalu mendiskusikannya akan terkesan sangat menarik bagi masyarakat yang memang masih kurang menyukai membaca, dan sebagai media pembelajaran sejarah bagi generasi muda zaman sekarang karena berdasarkan fakta dilapangan yang saya temui banyak sekali generasi muda yang tidak mengetahui sama sekali sejarah bangsa nya sendiri, bahkan terhadap tokoh-tokoh bangsa seperti HOS Tjokroaminoto, Sutan Sjahrir, KH. Ahmad Dahlan, KH. Hasyim Asy’ari, dll saja mereka tidak mengenalnya. Mungkin tidak semua generasi muda tidak mengenalnya tetapi hal tersebut sungguh sangat disayangkan bagaimana ceritanya generasi muda yang digadang-gadang sebagai The Next Leader itu bahkan tidak mengenal para tokoh pendiri bangsa nya sendiri ? Maka dari itu saya mengajak kepada pegiat literasi atau bahkan yang merasakan hal yang sama untuk berjuang bersama mencerdaskan kehidupan bangsa dengan cara apapun termasuk memanfaatkan teknologi yang ada, mungkin hal tersebut sudah banyak yang melakukan tetapi harus lebih digencarkan lagi. Terlebih para influencer-influencer sosial media agar ikut berjuang mencerdaskan kehidupan bangsa karena mereka (influencer) memiliki kapasitas disosial media untuk mensosialisasikan budaya literasi ini kepada penonton-penonton, subscriber, dan followernya yang noteben mayoritas generasi muda mulai dari anak-anak, remaja hingga dewasa.
Maka, kesimpulannya jika kita ingin mendidik dan mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai mana amanat UUD dengan cara giat literasi ini kita tidak bisa memaksakan mereka untuk menyukasi literasi baca tulis saja, ada banyak jenis literasi-literasi yang bisa kita gunakan untuk menarik perhatian masyarakat dan membuat mereka senang dan nyaman sehingga mereka akan sendiri nya membaca untuk kebutuhan informasi lebih dan original langsung kepada buku yang memang menjadi sumber awal Literasi Digital. Sama seperti mendidik seorang anak, ada sebuah perkataan dari Ali bin Abi Thalib, RA yang kurang lebih berbunyi seperti ini, “Didiklah anakmu sesuai dengan jamannya, karena mereka hidup bukan dijamanmu hidup.” Sekian.
Sumber gambar: beritagar.id