BOGOR, VISINEWS.NET – Omnibus Law lagi-lagi menjadi sorotan. Omnibus Law bidang pendidikan dan kebudayaan setidaknya merupakan amandemen dari 3 produk hukum undang-undang yang terkait dengan pendidikan, yaitu:, Undang-undang no. 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional, Undang-undang no. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Undang-undang no.12 Tahun 2012 mengenai Pendidikan Tinggi.
Seorang pengamat pendidikan, Arsyad Djamal, mengatakan bahwa pengaruh Omnibus Law cukup berbahaya bagi pendidikan.
” Yang menarik dan perlu disorotii adalah Omnibus Law terhadap pendidikan. Paling tidak menabrak 3 aspek. Yang pertama adalah nirlaba, lalu pembatasan pendidikan asing dan dominasi pemerintah pusat.” Ucap Arsyad Djamal dalam keterangan tertulisnya kepada Visinews.net, Minggu (11/10/2020).
RUU Omnibus Law ini bertujuan untuk menggerakkan sektor ekonomi, dan sekaligus menciptakan lapangan pekerjaan. Tidak terkecuali, sektor pendidikan juga diberi kesempatan untuk menjadi kegiatan komersil. Pasal 53 Omnibus law, mengubah semangat pendidikan yang sebelumnya adalah nirlaba (baca: semata-mata demi kebaikan sosial), menjadi terbuka untuk dikelola secara komersil. RUU ini mengharuskan lembaga pendidikan (baik formal ataupun nono formal) yang didirikan masyarakat berbadan hukum pendidikan (BHP).
“Yang cukup miris, dimana setiap lembaga pendidikan itu harus memiliki izin usaha. Sementara yang kita ketahui banyak sekali wadah pendidikan yang bukan cuma formal tetapi juga informal. Misalnya berkaitan dengan relawan – relawan yang bersedia untuk menjadi pendidik anak-anak bangsa. Namun ketika di haruskan untuk memiliki izin usaha, ini akan menjadi hambatan.” Ucap Chyntia Hadita ( YRKI Sumut ) saat Diskusi online yang diselenggarakan oleh Yayasan Visi Nusantara Maju, Kamis (11/20/2020).