(26/9) Dua hari yang lalu kita dihebohkan dengan aksi masa yang menentang kebijakan yang dianggap melemahkan KPK. Hal itu dibuktikan melalui berbagai media masa baik televisi, radio, hingga sosial media.
Seperti dilansir oleh BBC News Indonesia pada 24 September 2019 lalu bahwa pemerintah tetap mempertahankan revisi UU KPK, meski produk kebijakan ini mendapat respons negatif dari kalangan mahasiswa, akademisi, dan masyarakat sipil.
Masih dilansir bbc.com, Wiranto menambahkan, pemerintah tetap mempertahankan revisi UU KPK karena sudah melakukan pengkajian mendalam.
Berdasarkan wawancara visinews dengan sejumlah akademisi dan masyarakat yang turun aksi, terdapat berbagai respon yang menentang sikap pemerintah tersebut.
Salah satu yang bersikeras melawan kebijakan pemerintah terkait revisi UU KPK adalah Lintang, mahasiswa fakultas hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
“DPR yang sejatinya adalah penyambung aspirasi rakyat, sudah berubah menjadi dewan perwakilan yang tidak pro rakyat. Sudah saatnya kita turun aksi bersama-sama sebagai solusi dari permasalahan ini.” kata Lintang.
Setidaknya ada 11 poin dalam revisi UU KPK yang dicatat Indonesia Corruption Watch (ICW) yang dikutip oleh merdeka.com pada 24 september 2019 sebagai bentuk pelemahan KPK. Salah satunya ialah hilangnya independensi KPK dalam perekrutan penyelidik. Menurutnya ini merupakan pemberian akses korupsi bagi para koruptor, tambah Lintang.
Selain Lintang, adalah Ale, seorang aktivis pemuda yang mewakili masyarakat sipil yang ikut dalam aksi penentangan terhadap revisi UU KPK tersebut.
Ale menyatakan, “sebagai bangsa yang demokratis, kita harus tetap menyampaikan aspirasi dan menuntut hak rakyat kepada pemerintah jika kebijakannya sudah tidak pro terhadap rakyat”