Visinews – Rabu, 23 Oktober 2019, di Istana Presiden Jakarta, Presiden Joko Widodo resmi melantik 34 menteri yang akan membantu selama periode jabatan keduanya sebagai Presiden Republik Indonesia 2019-2024. Dari 34 menteri yang dilantik, beberapa diantaranya adalah wajah lama dengan posisi yang juga sama seperti Sri Mulyani yang masih sebagai Menteri Keuangan juga Retno Marsudi yang juga menempati posisi yang sama dengan sebelumnya yakni Menteri Luar Negeri.
Adapun Menteri yang berganti posisi dari jabatan sebelumnya adalah Muhadjir Effendy yang sebelumnya menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, sekarang menjabat sebagai Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) yang pada periode sebelumnya dijabat oleh Puan Maharani. Atau Tjahjo Kumolo yang sebelumnya sebagai Menteri Dalam Negeri, saat ini dipercaya Presiden untuk menjadi MenPANRB.
Namun, komposisi kementerian dalam kabinet yang diberi nama “Kabinet Indonesia Maju” ini didominasi oleh sosok-sosok baru namun telah memiliki rekam jejak yang menarik dan memiliki pengaruh cukup penting baik skala nasional maupun internasional.
Dari 34 sosok menteri dalam kabinet Indonesia Maju ini, salah satu yang memberi kejutan banyak orang adalah sosok muda bernama Nadiem Makarim yang menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menggantikan Muhadjir Effendy. Siapa yang tidak kenal sosok muda kreatif ini? Nadiem menjadi anak muda yang belakangan mencuat namanya karena telah berhasil melakukan terobosan besar dalam dunia transportasi yakni dengan mendirikan Gojek, sebuah online plafrom transportasi yang penggunanya sudah mencapai puluhan juta orang di Indonesia.
Oleh Nadiem, Gojek berhasil menjadi salah satu unicorn paling besar di Indonesia bahkan sampai tingkat Asia yang secara otomatis memberikan nilai positif bagi Indonesia di mata dunia. Keberhasilan Nadiem dalam memberikan solusi atas masalah klasik kemacetan di Ibu Kota Jakarta yang kemudian melebar ke berbagai daerah, menjadi sebuah ide kreatif dari seorang anak muda yang melihat masalah sebagai peluang untuk berkarya.
Sosok Seorang Nadiem Makarim
Latar belakang pendidikan Nadiem cukup mengesankan. Pasca lulus SMA di Singapura, Nadiem hijrah ke Amerika Serikat melanjutkan pendidikan sarjananya ke Brown University dengan mengambil jurusan hubungan internasional. Sedangkan untuk program masternya, Nadiem menyelesaikan pendidikannya di Harvard University dan lulus sebagai Master Administrasi Bisnis.
Setelah selesai studi di Harvard, Nadiem kembali ke tanah air dengan menjadi seorang kreatif yang terlibat pada beberapa startup seperti Zalora dan KartuKU. Sampai akhirnya pada tahun 2010, Nadiem mendirikan startup Gojek yang belakangan menjadi online platform yang paling besar di Indonesia.
Pendirian Gojek ini diawali dengan kegelisahan Nadiem yang sering menggunakan moda transportasi roda dua sebagai alternatif dalam menghadapi kemacetan. Namun dia ingin moda transportasi ini bisa lebih mudah dan lebih murah. Salah satu cara untuk mencapai itu adalah dengan memadukan ojek dengan teknologi. Maka lahirlah Gojek sebagai moda transportasi modern yang murah dan praktis juga cepat.
Nadiem Dilirik Jokowi
Dalam debat capres-cawapres sebagai sebuah rangkaian pemilu 2019 lalu, Jokowi berkali-kali menyinggung startup sebagai sebuah terobosan yang akan mendorong pembangunan Indonesia ke arah peradaban baru yang modern dan cepat. Bahkan Nadiem sendiri pernah mengundang Jokowi dalam berbagai event yang diselenggarakan bersama Gojek. Yang paling diingat adalah ketika peluncuran Gojek di Vietnam dimana Presiden hadir langsung kesana.
Bahkan dalam beberapa kesempatan wawancara media, Jokowi pernah menyinggung terkait dengan anak-anak muda yang berhak diberi kesempatan untuk menjadi menteri. Nama-nama seperti Grace Natalie atau Tsamara Amani adalah beberapa yang pernah diisukan masuk dalam bursa menteri Jokowi. Namun hari ini, Nadiem lah yang akhirnya diberi panggung untuk melakukan kreativitas signifikan dalam mendorong pembangunan Indonesia ke depan.
Nadiem sebagai Mendikbud, Bisa?
Dengan rekam jejak Nadiem Makarim yang sangat fenomenal itu, kita tidak diberikan sebuah alasan yang cukup untuk bisa percaya 100% bahwa Nadiem mampu menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Karena sampai hari ini pun, isu pendidikan tetap menjadi fokus yang terus mendapat tantangan seiring dengan perkembangan zaman yang apabila tidak bisa cepat dan sigap, maka akan terus tergilas oleh perubahan yang tidak mudah diprediksi.
Permasalahan dunia pendidikan tidak sama dengan kemacetan transportasi. Meskipun bila dianalogikan, kemacetan juga terjadi dalam dunia pendidikan Indonesia yang disebabkan oleh isu-isu klasik yang juga alot untuk diselesaikan. Sebut saja isu kastanisasi pendidikan dimana sebelum Muhadjir Effendy memberlakukan sistem zonasi, tidak semua anak memiliki hak yang sama untuk bisa belajar di sekolah favorit.
Tembok feodalisme pendidikan mulai diruntuhkan hari ini. Namun pendidikan tetap menyisakan masalah klasik lain seperti pemerataan pendidikan di daerah, radikalisme dalam dunia pendidikan, isu-isu rasial yang sarat dengan disintegrasi, serapan tenaga kerja yang terampil dan sesuai kebutuhan pasar, dan banyak isu lainnya yang bila tidak diselesaikan cepat, maka akan ditimbun dengan masalah baru lainnya.
Dalam hal ini, Nadiem diberi kesempatan sekaligus tantangan yang akan cukup menyita energinya sebagai seorang anak muda dengan ide-ide kreatifnya. Akankah Nadiem mampu mengejar dan menyetarakan sistem pendidikan minimal mendekati sistem pendidikan seperti di negara tempatnya menyelesaikan studi masternya (baca: Amerika Serikat). Kita akan sama-sama lihat manuver kreatifnya segera.